PALPRES.COM - Seperti penggunaan blangkon bagi masyarakat Jawa, maka tanjak menjadi sebuah penutup kepala bagi masyarakat Kota Palembang.
Tanjak ini digunakan sebagai penutup kepala adat Melayu dengan memiliki bentuk yang runcing ke atas dan biasanya digunakan oleh para lelaki.
Dahulu, penggunaan dari tanjak sendiri ialah menunjukkan martabat seseorang dan akan mencerminkan status sosial ataupun identitas dari budaya.
Selain itu, tanjak Melayu ini pun juga sering disebut sebagai mahkota kain.
BACA JUGA:3 Makna Filosofis yang Terdapat Pada Rumah Limas Palembang yang Mungkin Kamu Belum tahu, Apa saja?
Ikat-ikat ataupun tengkolok yang seringkali dipakai oleh para bagsawan dan tokoh masyarakat pada zaman dulu.
Konon, pengunaan dari tanjak sendiri telah ada sejak masa Kesultanan Palembang saat masih berkuasa dan dipakai oleh pembesar, priyai, bangsawan dan tokoh masyarakat.
Bukti dari penggunaan tanjak itu sendiri bisa kamu lihat dari beberapa lukisan Perang di Palembang pada tahun 1819-1821, peristiwa 4 Syawal atau pengasingan SMB II pada Juli 1821.
Perang Jati di tahun 1840-an, perang Mutir Alam di tahun 1860 hingga beberapa sketsa dan lukisan yang lain.
Namun, pada tahun 1823, pihak Belanda menghapus tanjak dari Kesultanan Palembang Darussalam.
Pada akhirnya tanjak masih tetap ada hingga saat ini yang menjadi simbol budaya.
Tak hanya sebagai simbol budaya, penggunaan tanjak pun juga ditujukan untuk acara-acara penting dan juga acara adat.