Ingin mengetahui bagaimana pengalaman langsung kami dalam menyantap dan menikmati pempek di bawah proyek ini, ikuti ceritnya ya!
Kamis pekan lalu, saya jalan-jalan di pinggir sungai Musi, tepatnya di sekitar jembatan merah "Jembatan Ampera" yang penuh sejarah, penghubung daratan Ulu dan daratan Ilir Kota Palembang.
Konstruksi susunan besi jembatan begitu kokoh, sekokoh dan besarnya sejarah bangsa Indonesia yang diciptakannya melalui ide pembangunan jembatan pada tahun 1906.
Di bawah jembatan Ampera, saya menikmati kuliner khas Palembang yaitu empek-empek.
Di situ berbagai makanan tersedia untuk para pengunjung.
Pastinya ada pop mee gelas, bakso, mee ayam, pisang goreng dan berbagai jenis makanan lainnya.
BACA JUGA:MEWAH! 5 Motor Keren di Indonesia Seharga Rumah, Kamu Punya yang Mana?
BACA JUGA:DOBEL BERKAH! 2 BLT Cair Mulai Besok, Per KK Bisa Terima Hingga Rp 900.0000
Saya memilih empek-empek di sebuah lapak kecil yang mengemper tapi kelihatan bersih karena disajikan hangat saat dipesan baru digoreng. Gerai ibu Nur (40) yang menurut ceritanya, dia lahir di Pemulutan.
"Saya sudah lama merantau ke Palembang," tuturnya sambil kedua tangannya sibuk mengggoreng lenjer dan kapal selam pesanan beberapa pelangggannya, termasuk saya.
Sembari menyantap aneka jenis pempek yang tersaji, ditemani alunan musik dari pengamen jalanan dan kebisingan alat transportasi yang ada di Palembang saya mendengarkan dengan seksama bagaimana ibu ini bercerita.
Menurutnya, sehari jika dalam keadaan sepi, dirinya bisa menjual sekitar 2000an pempek yang dibandrol Rp 1000 perbiji.
Kemudian, jika ramai pada saat weekend atau akhir pekan, dirinya bisa menghabiskan sekitar 3000an lebih pempek dalam sehari.
BACA JUGA:JAGA PERTAHANAN NEGARA! Ini 5 Rudal Milik Indonesia yang Mampu Getarkan Militer Dunia
BACA JUGA: 5 Rekomendasi Mobil LCGC Harga Terjangkau Budget Diatas Rp 50 Jutaan
Kadang ada yang makan ditempat atau membawa pulang serta menge-pack untuk sebagai oleh-oleh.