Menanggapi video yang beredar di medos tersebut, Ketua Tim Badan Advokasi Hukum Paslon Nomor Urut 02, Muchendi - Supriyanto, Mualimin Pardi Dahlan SH CACP dan rekan dari Kantor Pengacara MPD Law firm, menyebut patut diduga pemberian hadiah berupa uang Rp500.000 sebagai bentuk politik uang atau money politics sesuai Undang-undang (UU) Pilkada.
BACA JUGA:Warga Jawa Barat Wajib Tahu! Ini 3 Kecamatan Terkecil di Kabupaten Bogor
BACA JUGA:UNDUR DIRI! Sekretaris Hanura OKI 'All Out' Menangkan Muchendi - Supriyanto di Pilkada OKI 2024
“Dari video yang beredar luas di media sosial, khususnya akun TikTok @jadi.oki.1 nyata-nyata paslon JADI memberikan hadiah berupa uang tunai kepada salah satu peserta kampanye yang hafal Pancasila,” ujar dia.
Pria yang akrab disapa Cak Apenk ini mengatakan, paslon dalam pilkada dan tim pemenangan itu sebenarnya boleh memberikan hadiah, namun dalam bentuk barang dan bukan dalam bentuk uang.
“Boleh memberikan hadiah, tapi dalam bentuk barang bukan uang, sesuai pasal 66 ayat 5 PKPU Kampanye,” kata dia.
Akan tetapi, ungkap Cak Apenk, karena yang terjadi bukan dalam bentuk barang, maka kejadian itu dapat dikategorikan money politics atau politik uang.
BACA JUGA:Transparansi Dalam Tata Kelola Perusahaan, Elnusa Raih Penghargaan IARA 2024
BACA JUGA:Luncurkan Kampanye Pejuang Mental, Halodoc Ajak Masyarakat Lebih Terbuka soal Kesehatan Mental
Bila sudah masuk kategori politik uang, maka tentu ada ancaman pidana dan ancaman sanksi administrasi.
“Kejadian ini dapat diancam pidana penjara paling singkat tiga tahun paling lama enam thaun sesuai pasal 187 ayat A juncto Pasal 73 UU Pilkada.
Termasuk, dapat dikenai sanksi pembatalan sebagai paslon sesuai pasal Pasal 73 ayat 2 UU Pilkada,” tegas dia.
Cak Apenk sangat menyayangkan apa yang diduga dilakukan Paslon JADI terkhusus Cabup Dja'far Shodiq yang memberikan uang itu.
BACA JUGA:Lowongan Kerja Garuda Indonesia Group di PT Aerotrans Services, Ini Posisi dan Cara Lamarnya
Sebab apa yang dilakukan sang calon pemimpin Kabupaten OKI itu, tidak mencerminkan sebagai tokoh politik yang baik dan tidak mengedukasi masyarakat dalam kampanye.