Penguatan dolar AS, kenaikan UST yield, dan volatilitas di pasar saham internasional menjadi tantangan tambahan bagi perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia.
BACA JUGA:Bansos Beras 10 Kg Lanjut 2025, Benarkah Data Tidak Dari DTKS Lagi? Cek Faktanya!
BACA JUGA:RESMI! UMK di Sumsel Sudah Diputuskan oleh Gubernur, Palembang Jadi yang Paling Tertinggi
Merespons kondisi ini, Bank Indonesia (BI) mengambil langkah strategis untuk menjaga stabilitas ekonomi domestik.
Antara lain, BI telah memperpanjang kebijakan pelonggaran makroprudensial, termasuk relaksasi loan-to-value (LTV) dan financing-to-value (FTV) hingga akhir 2025.
Guna meningkatkan aksesibilitas kredit properti dan kendaraan.
BI juga diperkirakan akan mempertahankan kebijakan stabilitas rupiah melalui penerbitan Surat Berharga Bank Indonesia (SRBI) dengan imbal hasil yang menarik.
BACA JUGA:Sambut Nataru, 2 Tol Trans Sumatera Diskon Tarif, Cek Tanggal Mulai dan Besarannya
BACA JUGA:Banyak Bansos Dibagikan Pemerintah Pada 2025, Intip Cara Mendapatkannya!
Dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) di akhir November 2024, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan BI7DRR sebesar 6%.
Guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah meningkatnya ketidakpastian global dan volatilitas pasar keuangan.
Prioritas bank sentral tetap pada upaya menstabilkan nilai tukar rupiah dalam jangka pendek mengingat kondisi ekonomi global yang terus berfluktuasi.
Secara bersamaan, BI terus menerapkan kebijakan makroprudensial yang longgar untuk mendorong pertumbuhan kredit.
BACA JUGA:Ini Jawaban Bank BRI Soal Dana Simpanan Nasabah Andri Fratama yang Hilang
Dengan fokus khusus pada sektor-sektor prioritas seperti UMKM (Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah) dan ekonomi hijau.