Karyawan WFH dan Urusan Privasi: Apakah Bos Berhak Memantau?

Minggu 30-11-2025,07:08 WIB
Reporter : Sulis Utomo
Editor : Sulis Utomo

Padahal, kebijakan semacam itu bukan hanya melanggar hak privasi, tetapi juga berpotensi menimbulkan tekanan psikologis (digital burnout) pada karyawan.

Di sisi manajemen, pengawasan sering dianggap sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas. 

Namun hukum dan etika mengingatkan bahwa produktivitas tidak boleh mengorbankan kemanusiaan. 

Hubungan kerja yang sehat dibangun di atas kepercayaan, bukan kecurigaan. 

BACA JUGA:PERUBAHAN BESAR! Paruh Waktu Dihapus, PPPK Kembali Ke Konsep Awal

BACA JUGA:Jangan Lewatkan Kesempatan-Tukar Telkomsel Poin Jadi Hadiah Menarik!

Pengawasan digital yang berlebihan bisa menciptakan situasi di mana pekerja merasa diawasi terus-menerus. 

Akibatnya, muncul stres, ketegangan, bahkan penurunan motivasi kerja. 

Dalam jangka panjang, rasa diawasi bisa mengikis loyalitas dan kepercayaan terhadap perusahaan. 

Sebaliknya, perusahaan yang bersikap transparan, memberi ruang bagi karyawan untuk bekerja mandiri, dan mengukur kinerja berdasarkan hasil, justru akan memperoleh produktivitas yang lebih tinggi dan suasana kerja yang sehat.

BACA JUGA:barenbliss (bnb) Menguak Tren K-Beauty 2026 – Era 'Skinimalism & Confidence Flow

BACA JUGA:Wabup Supriyanto Kukuhkan 6 Pejabat OKI Hasil Seleksi Terbuka

Kemudian muncul pertanyaan bagaimana cara menyeimbangkan kebutuhan perusahaan dengan hak pekerja? 

Beberapa prinsip hukum dan kebijakan internal dapat menjadi pedoman. 

Diantaranya persetujuan eksplisit yakni setiap pengawasan harus disetujui secara tertulis oleh karyawan. 

Kemudian tujuan yang jelas, pengawasan hanya untuk tujuan profesional (misalnya keamanan sistem, penilaian produktivitas). 

Kategori :