Ada beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan: Memperkuat Pendidikan : Pasca bencana, anak-anak harus tetap mendapatkan akses pendidikan.
Kurikulum yang menekankan nilai kebangsaan akan menanamkan semangat persatuan sejak dini. Selain itu, pemerintah perlu menekankan resilience education di sekolah, sehingga anak-anak terbiasa dengan prosedur evakuasi.
Membangun Infrastruktur yang Inklusif: Jalan, jembatan, dan fasilitas publik harus dibangun dengan prinsip keadilan. Jangan sampai ada daerah yang merasa dianaktirikan. Dibangun untuk tanggap dan tahan terhadap bencana.
Menguatkan Partisipasi Masyarakat: Pemulihan tidak boleh hanya menjadi proyek pemerintah. Masyarakat harus dilibatkan, sehingga mereka merasa memiliki proses integrasi. Belajar dari Jepang, pemerintah juga perlu membangun sistem community-based disaster management yang melibatkan warga lokal dalam simulasi rutin.
Menghidupkan Kearifan Lokal: Nilai-nilai adat dan budaya lokal bisa menjadi perekat. Misalnya, tradisi musyawarah di Minangkabau atau semangat gotong royong dapat dijadikan modal sosial.
Memperkuat kolaborasi dan transparansi: Memperkuat koordinasi antar lembaga. Transparansi informasi menjadi kunci, media dan pemerintah menyampaikan data secara terbuka untuk menghindari rumor.
Mengelola Trauma Kolektif: Pemulihan psikologis sama pentingnya dengan pemulihan fisik. Dukungan moral dan spiritual akan memperkuat rasa kebersamaan.
Sumatera adalah miniatur Indonesia. Di pulau ini, kita menemukan beragam etnis: Aceh, Batak, Minangkabau, Melayu, Lampung, dan lain-lain. Bencana yang melanda Sumatera adalah ujian bagi seluruh bangsa, bukan hanya bagi masyarakat lokal.
Ketika Sumatera bangkit, Indonesia ikut bangkit. Ketika Sumatera terpecah, Indonesia ikut rapuh. Oleh karena itu, integrasi nasional pasca bencana di Sumatera harus dipandang sebagai agenda nasional. Pemerintah, masyarakat, akademisi, dan dunia internasional harus bersinergi. Tidak boleh ada yang merasa berjalan sendiri. Seperti kata Bung Karno, “Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu berdiri di atas kaki sendiri.” Namun, kaki itu hanya kokoh jika berdiri di atas fondasi persatuan.
Bencana memang meninggalkan luka. Tetapi, luka itu bisa menjadi kekuatan jika diolah dengan bijak. Pemulihan pasca bencana di Sumatera adalah kesempatan emas untuk memperkuat integrasi nasional. Ia mengingatkan kita pada hikmah sejarah: bahwa bangsa ini lahir dari kesepakatan untuk bersatu. Para founding father telah menunjukkan jalan, kini giliran kita untuk melanjutkan. Integrasi nasional bukan sekadar jargon.
Ia adalah denyut nadi bangsa. Pasca bencana, integrasi menjadi obat yang menyembuhkan luka kolektif. Sumatera, dengan segala dinamika dan keragamannya, bisa menjadi teladan bagaimana bangsa ini bangkit bersama. Dari puing-puing bencana, lahirlah harapan baru: Indonesia yang lebih kuat, lebih bersatu, dan lebih berdaulat.
Penulis: Deny Nofriansyah