Karyawan WFH dan Urusan Privasi: Apakah Bos Berhak Memantau?
Penulis: FX. Hastowo Broto Laksito, S.H, M.H, Dosen Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi (UNISRI) Surakarta-Ist-
Beberapa prinsip hukum dan kebijakan internal dapat menjadi pedoman.
Diantaranya persetujuan eksplisit yakni setiap pengawasan harus disetujui secara tertulis oleh karyawan.
Kemudian tujuan yang jelas, pengawasan hanya untuk tujuan profesional (misalnya keamanan sistem, penilaian produktivitas).
BACA JUGA:Respon Cepat Kenaikan Harga, Pemkab OKI Sediakan Beras hingga Telur Murah
BACA JUGA:LPPL Radio Gema Randik Muba Ukir Prestasi di Panggung Persada.ID Award 2025
Aspek Proporsionalitas dimana tidak semua aktivitas boleh diawasi; kehidupan pribadi di luar jam kerja harus dikecualikan.
Lalu prinsip transparansi dimana perusahaan wajib menginformasikan cara dan waktu pengawasan dilakukan.
Selain itu, perusahaan sebaiknya menyusun kode etik digital workplace atau aturan internal yang mengatur batas etis dan hukum dalam berinteraksi di ruang kerja daring.
Era Digital Gerus Batas-batas Kemanusiaan
BACA JUGA:Tanggap Bencana, BRI Peduli Gerak Cepat Salurkan Bantuan Bagi Warga Terdampak di Sumatera
BACA JUGA:CSR BRI Raih Pengakuan Global, Sabet 2 Penghargaan Internasional Bergengsi
Era digital telah membawa efisiensi, tetapi juga menggerus batas-batas kemanusiaan.
WFH membuktikan bahwa bekerja tidak lagi harus di kantor, namun juga menunjukkan betapa rapuhnya privasi ketika rumah berubah menjadi ruang kerja.
Hukum tidak menolak pengawasan, tetapi menolak pengendalian yang berlebihan.
Atasan boleh memantau pekerjaan, tapi tidak boleh menembus kehidupan pribadi karyawan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
