Honda

Wabah Penyakit Kolera di Jambi 1909 (Bagian Ketiga)

     Wabah Penyakit Kolera di Jambi 1909 (Bagian Ketiga)

 

 

 

 

 

Oleh Dudy Oskandar

 

(Jurnalis dan Peminat Sejarah Sumatera Selatan)

 

 

 

PENYAKIT kolera di  Jambi sama halnya dengan penyakit-penyakit kolera di daerah lain seperti di Batavia, Jawa dan lain sebagainya, bukanlah merupakan penyakit yang berbahaya.

Namun, karena masyarakat pada masa itu tidak tahu cara menangani penyakit ini hingga akhirnya mewabah penyakit kolera menjadi penyakit berbahaya mematikan hingga menjadi momok menakutkan bagi masyarakat maupun pemerintah kolonial Belanda saat itu.

Kebiasaan masyarakat tidak menjaga kebersihan dengan baik dan sanitasi yang buruk mengakibatkan penyakit kolera mewabah begitu cepat.

Wabah tersebut merebak akibat kondisi lingkungan dan gaya hidup. Kebiasaan masyarakat yang tinggal di tepi sungai batang hari sangat rentan terkena penyakit. Mengkonsumsi air sungai sekaligus membuang limbah ke sungai. Itulah sebabnya masyarakat dengan mudah terjangkit kolera.

Di Jambi sendiri seperti  masyarakat Kerinci menyembuhkan wabah penyakit dengan mengadakan beberapa ritual seperti membakar 47 kemenyan karena dipercaya bahwa bau kemenyan dapat mengusir wabah.

Berbeda dengan masyarakat desa Merlung Kecamatan Tungkal Ulu untuk mengatasi wabah, maka pimpinan Marga mencari bantuan seorang mantri kolera di Jambi, buka klinik dan sudah mendapatkan pelayanan dari Kualatungkal. Warga desa disuntik untuk melawan penyakit ini dan semua biaya ditanggung oleh Marga.

Selain itu, tidak sedikit masyarakat yang masih percaya terhadap mitos-mitos,  misalnya, percaya penyakit ini bisa disembuhkan oleh air suci yang sudah ditutupi doa .

Sebagian lainnya mengadakan ritual massal pengusiran pageblug.

Sementara dikalangan orang Cina muncul kebiasaan memanggil barongsai untuk berkeliling Pecinan jika terdapat ancaman wabah kolera karena mereka percaya bahwa setan penyebar kolera takut pada barongsai.

Pemerintah Hindia Belanda berupaya untuk menyembuhkan penyakit ini karena apabila makin banyak masyarakat pribumi yang terjangkit maka Pemerintahan Hindia Belanda akan merugi. Pengetahuan yang kurang juga menjadi kendala bagi pemerintah kolonial dalam menangani penyakit kolera di Jambi.

Wabah kolera membawa pengaruh yang sangat signifikan di Jambi baik dalam bidang pemerintahan, bidang kesehatan, bidang sosial, dan bidang ekonomi.

Namun, paling berpengaruh terhadap kesehatan dan ekonomi karena dalam keadaan sakit masyarakat tidak dapat melakukan kegiatan sehari-hari dengan leluasa seperti biasanya. Segala kegiatan yang menyangkut perekonomian tertunda, ekspor, perkebunan dan pertanian terbengkalai. ***

 

Sumber :

1. https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbkepri/wabah-kolera-di-keresidenan-jambi-1909

2. Yuni Trijayanti. 2021. Wabah Penyakit Kolera Di Keresidenan Jambi 1909-1924. Skripsi, Program Studi Ilmu Sejarah, Jurusan Sejarah, Seni dan Arkeologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi

3. ttps://sulsel.idntimes.com/life/education/ahmad-hidayat-alsair/rentetan-sejarah-wabah-pada-masa-kolonial-hindia-belanda

4. https://tirto.id/gara-gara-sanitasi-buruk-wabah-kolera-melanda-hindia-belnda-

5. https://jambikota.go.id/new/sejarah-kota-jambi/

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: