Citraland
Honda

Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Ketigabelas)

Surat-surat  Herman Neubronner  van der Tuuk  di Lampung, 1868-1869 (Bagian Ketigabelas)

Oleh Dudy Oskandar
(Jurnalis dan Peminat Sejarah Sumatera Selatan)

12] SURAT Van der Tuuk kepada Bataviaasch Genootschap, Tarabanggi 18 April 1869

Tarabanggi, 18 April 1869

Saat ini saya telah meninggalkan Lehan dan berada di tempat tinggal Pengawas Reep di Tarabanggi untuk selanjutnya besok berangkat ke Kotabumi di Way Abung dan kemudian ke Kebang (Bumi Agung).

Orang mengatakan kepada saya bahwa bahasa Lampung di Way Abung lebih baik dibandingkan dengan di Lehan.

BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Keduabelas)

Saya tidak percaya itu, tetapi saya baru yakin apabila saya berada di sana. Suku Abung terbagi dalam empat buay (suku), yaitu 1. Buay Nuban (yang tertua, tetapi dari seorang perempuan bernama Uban, yang keturunannya tersebar di Lehan, Bumi Jawa, Bumi Ratu, Gedung Dalem, Campang Pasig dan sekitarnya), 2. Buay Subing, 3. Buay Nunyai dan 4. Buay Nunyi.

Penduduk Kotabumi berasal dari suku buay Nunyai, dan dinyatakan oleh Dubois sebagai suku asli Abung.

Namun ini hanya sebuah dugaan berdasarkan pernyataan dari penduduk setempat dan hingga saat ini tidak didukung oleh bahasa.

Istilah Abung sangat samar-samar, seperti yang terlihat bahwa Lampung Paminggir menyebut penduduk dataran tinggi dengan Abung, sementara penduduk Seputih (nama sungainya adalah Way Seputih) menyebut dirinya ulan putih, dan rekan-rekan mereka di Way Abung dengan Abung.

BACA JUGA:Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Kesebelas)

Masih banyak yang harus dipelajari di sini, dan saya khawatir bahwa saya harus kembali lagi justru pada saat saya mulai tahu sesuatu. Tetapi itu berlaku untuk setiap bahasa.

Dalam manuskrip Kawi yang dibuatkan laporan oleh Holle, saya menemukan juga Poehawang, yang masih digunakan sebagai istilah untuk nakhoda.

Setiap kali membaca piagam Sultan Banten, saya melihat ketidaksempurnaan dari kamus bahasa Jawa.

Mengapa hanya difokuskan pada bahasa Jawa Solo saja?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: palpres.com