Dampak 4 Kali Rapat Paripurna Tidak Kuorum, Tokoh Politik Minta Dewan yang Tak Hadir Di-PAW
Azadin, tokoh politik dan Dr (c ) Akhmad Muftizar Z SIP MEd (LM), akademisi sekaligus Pusat Kajian Celtic.-Foto: Andri Yanto/Palpres.com-
PRABUMULIH, PALPRES.COM - Empat kali rapat paripurna yang digelar DPRD Prabumulih tidak pernah kuorum. Imbasnya Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Prabumulih tahun anggaran 2021 terpaksa harus menggunakan peraturan kepala daerah (Perkada).
Masyarakat Prabumulih bertanya-tanya, ada apa dengan anggota DPRD Prabumulih, yang katanya terhormat tersebut. Termasuk dari tokoh politik, sekaligus tokoh masyarakat Prabumulih dan Akademisi asal kota Prabumulih, perihal tidak pernah kuorum paripurna LKPJ APBD tahun 2021.
Menurut Azadin, tokoh politik sekaligus tokoh masyarakat Prabumulih, anggota Dewan itu punya hak dan kewajiban. Pertanyaannya, mereka berperilaku seperti itu apakah karena haknya tidak terpenuhi. Kalau sudah terpenuhi semua, maka tunaikan kewajibannya sebagai wakil rakyat.
"Kalau semua hak terpenuhi, namun anggota dewan tidak hadir dan rapat tidak kuorum, kita pertanyakan. Dari partai mana yang tidak kuorum. Bisa juga masyarakat pemilih partai itu mendesak ketua partai untuk melakukan PAW (pergantian antar waktu) anggota dewan itu. Dan itu boleh, jika dewan tidak melaksanakan tugas dan fungsinya. Hak politik masyarakat bisa mengajukan PAW ke ketua partai," tegasnya saat diwawancarai awak media, Kamis (28/7/2022).
Mantan Ketua DPRD Prabumulih ini menyarankan agar ketua partai melakukan PAW. Pasalnya, pembahasan paripurna itu kepentingan rakyat. Semua dalam APBD itu kepentingan rakyat.
"Jika kepentingan rakyat dan APBD dihambat, maka anggota dewan menghambat kepentingan rakyat. Yang pasti rakyat jadi rugi. Yang jadinya cepat, jadi lambat. Yang efektif jadi tidak efektif. Pemerintah sampaikan kepada ketua-ketua partai. Buat surat resmi siapa yang tidak datang dan tidak kuorum itu untuk mengganti anggota dewan tersebut. Gunakan hak pemerintah. Masyarakat akan mendesak. Kepentingan rakyat terhambat oleh ulah oknum-oknum dewan tersebut," jelasnya.
Lebih lanjut Azadin mengungkapkan, di dalam lembaga legislatif itu ada fraksi, komisi, dan unsur pimpinan. Sementara Ketua DPRD adalah penghubung antara eksekutif dan legislatif. Kalau pelaksanaanya di lapangan, paripurna tidak kourum, maka ketua DPRD tidak menggunakan fungsinya sebagai penghubung.
"Artinya unsur pimpinan tidak pernah menggunakan hak-hak pimpinan rapat. Coba tanyakan dewan apakah pimpinan rapat membahas masalah tidak kuorum. Kalau tidak pernah, artinya pimpinan tidak berfungsi. Dan ini sejarah bagi kota Prabumulih. Empat kali paripurna ternyata tidak kuorum. Intinya anggota dewan itu sudah tidak mau lagi bekerja. Itu sudah isyarat sampai empat kali tidak kuorum," tegas Azadi, yang juga tokoh adat Kota Prabumulih.
Senada, Dr (c) Akhmad Muftizar Z SIP MEd (LM) yang merupakan akademisi sekaligus Pusat Kajian Celtic. Ia menyatakan, patut dipertanyakan empat kali paripurna dengan agenda LKPJ Walikota APBD tahun 2021 tidak kuorum. Apakah anggota dewan ini absen karena kesibukan atau ada sesuatu yang lain.
"Menurut saya, kalau nuansanya sudah di luar kepentingan masyarakat atau kepentingan bersama, itu harus dibenahi. Karena ini tidak benar. Memberikan contoh dan efek yang tidak baik bagi masyarakat. Ini ada apa. Kalau unsurnya politis harus dicari lebih jelas lagi kemana muaranya," ungkapnya.
Disinggung peran pimpinan DPRD Prabumulih, Akhmad Muftizar mengatakan, pimpinan itu figur. Ketika kita mendapatkan figur yang tegas kemungkinan yang bawah menuruti.
"Ketika pimpinan kita asumsikan tidak tegas atau karena teman sendiri, maka terjadi pembiaran. Itu yang harus kita benahi dan itu PR bagi DPRD Prabumulih," pungkasnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: