Honda

Pemulihan Ekonomi Sumsel Dihantui Gejolak Inflasi

Pemulihan Ekonomi Sumsel Dihantui Gejolak Inflasi

Suasana jumpa pers terkait APBN KiTa Regional Sumsel hingga 30 Juni 2022 di Kanwil DJP Sumsel dan Kepulauan Bangka Belitung, Jumat (29/07/2022).-Foto: Sri Devi/palpres.com-

PALEMBANG, PALPRES.COM - Pemulihan ekonomi di Sumsel dinilai masih berjalan on track. Pendapatan negara di Sumatera Selatan per 30 Juni 2021 terealisasi Rp8,52 triliun atau tumbuh 53,28% dari periode yang sama tahun lalu.

Namun begitu, Kantor Wilayah Kementerian Keuangan di Sumatera Selatan meminta untuk mewaspadai gejolak ekonomi yang disebabkan gejolak harga makanan atau volatile foods.

“Gejolak inflasi Sumsel periode ini juga  menunjukkan lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional. Perkembangan inflasi Sumsel lebih disebabkan oleh volatile foods, utamanya karena terjadi gangguan pada di sisi penawaran (sentra produksi),” kata Kepala Perwakilan Kementerian Keungan Sumatera Selatan, Surya Hadi dalam keterangan pers APBN KiTa Regional Sumsel hingga 30 Juni 2022 di Kanwil DJP Sumsel dan Kepulauan Bangka Belitung, Jumat (29/07/2022).

Hadi menjelaskan, pendapatan negara di Sumatera Selatan per 30 Juni 2021 terealisasi Rp8,52 triliun. Atau mencapai 57,44% dari target pendapatan yang ditetapkan.

BACA JUGA:Nilai Tukar Rupiah Terdepresiasi 4,90%, Inflasi Meningkat

Pendapatan ini terdiri dari Penerimaan perpajakan sebesar Rp7,4 triliun, dan PNBP sebesar Rp1,1 triliun.

“Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, pendapatan ini mengalami kenaikan sebesar Rp2,96 triliun atau tumbuh 53,28%. Kenaikan terbesar disumbang oleh Pajak Penghasilan sebesar Rp1,81 triliun. Lebih tinggi 68,15% dari tahun 2021 lalu,” jelasnya.

Sementara realisasi belanja negara sebesar Rp17,8 triliun. Atau 43,87% dari pagu yang ditetapkan. Terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp5,4 triliun dan belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp12,4 triliun.

“Belanja pemerintah pusat ini terdiri dari belanja pegawai Rp2,5 triliun, belanja barang Rp1,99 triliun, belanja modal Rp929,16 miliar, dan belanja sosial Rp5,97 miliar,” sebutnya.

BACA JUGA:Tahun Ini Inflasi Sumsel Diprediksi Lebih Tinggi, BI Sumsel: Masih Terkendali

Dia menambahkan, belanja ini mengalami penurunan sebesar Rp863 miliar atau turun 13,78%.

Penyebabnya, belanja modal yang secara pagu maupun realisasi yang lebih rendah dibandingkan tahun 2021.

Belanja Modal 2021 lebih tinggi dikarenakan terdapat beberapa proyek yang merupakan carry over dari tahun 2020.

Sementara belanja TKDD terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) Rp2,2 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp6,4 triliun, dan Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) Rp127,6 miliar.

BACA JUGA:BI 7-Day Reverse Repo Rate Tetap 3,50%: Sinergi Jaga Stabilitas dan Perkuat Pemulihan Ekonomi

“Lalu Dana Insentif Daerah (DID) Rp69,07 miliar, DAK non Fisik Rp2,3 triliun, dan Dana Desa Rp1,2 miliar. Realisasi TKDD ini mengalami penurunan sebesar Rp1,04 triliun. Lebih rendah 7,91% dari tahun lalu,” sebutnya.

Namun begitu, pihaknya mewaspadai masih adanya gejolak inflasi yang menunjukkan tren kenaikan dibanding inflasi nasional.

Di Sumsel, gejolak terletak pada ketidakpastian harga makanan sehingga menyebabkan volatile foods.

“Hal ini mengingat Garis Kemiskinan disusun berdasarkan kelompok komoditas yang 74,34 persen di antaranya adalah kelompok makanan, maka pengendalian inflasi perlu perhatian berbagai pihak berkepentingan,” jelasnya.

BACA JUGA:Bauran Kebijakan Bank Sentral Dukung Stabilitas dan Pemulihan Ekonomi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: