Honda

Fenomena Kabut Asap di Palembang dalam Kajian Fisika dan Spritualitas

Fenomena Kabut Asap di Palembang dalam Kajian Fisika dan Spritualitas

Ilustrasi -Dok Palpres-

Partikel-partikel PM2.5 sangat kecil sehingga dapat dengan mudah terhirup oleh manusia dan menembus jaringan pernapasan hingga mencapai saluran pernapasan terdalam, seperti alveoli di dalam paru-paru. 

Karena ukurannya yang sangat kecil, PM2.5 dapat membawa senyawa-senyawa beracun dan polutan lainnya yang terkandung dalam kabut asap. 

BACA JUGA:Perusahaan Terjunkan Helikopter Waterbombing, Polda Sumsel dan Kodam II/SWJ Kirim Pasukan Tambahan

Paparan terhadap PM2.5 dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan, termasuk gangguan pernapasan akut seperti batuk, sesak napas, dan exacerbasi penyakit pernapasan kronis seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronis (PPOK). 

Partikulat Matter (PM) 10: Partikel PM10 adalah partikel dengan diameter kurang dari 10 mikrometer. 

Meskipun lebih besar dari PM2.5, partikel ini masih dapat mencapai saluran pernapasan yang dalam dan menyebabkan masalah pernapasan. 

Partikel PM10 biasanya terdiri dari campuran debu kasar, abu, dan partikel yang lebih besar. 

BACA JUGA:Bantu Tumbuh Kembang Otak! 3 Makanan Ini Bisa Buat Anak Jadi Lebih Cerdas

Paparan terhadap PM10 dapat menyebabkan iritasi pada tenggorokan, batuk, dan efek kesehatan yang lebih ringan dibandingkan dengan PM2.5. 

Kabut asap yang mengandung tingkat tinggi PM2.5 dan PM10 adalah sumber utama masalah kesehatan dalam jangka pendek dan jangka panjang. 

Paparan jangka pendek terhadap kabut asap dapat menyebabkan gejala seperti mata teriritasi, sakit tenggorokan, dan batuk. 

Orang dengan masalah pernapasan kronis, seperti asma atau PPOK, dapat mengalami eksaserbasi akibat paparan kabut asap.

BACA JUGA:Rafael Struick dan Marselino Ferdinan Hanya Jadi Penonton Saat Timnas Indonesia vs Brunei Darussalam, Mengapa?

Penelitian ilmiah telah mengungkapkan banyak efek negatif dari kabut asap terhadap kesehatan manusia. 

Salah satu studi yang relevan adalah penelitian yang dilakukan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2018. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: