Honda

BPJPH, MUI dan Komite Fatwa Cari Solusi 151 Produk Bersetifikasi Halal yang Penamaannya Bermasalah

BPJPH, MUI dan Komite Fatwa Cari Solusi 151 Produk Bersetifikasi Halal yang Penamaannya Bermasalah

BPJPH Kementerian Agama menggelar rapat koordinasi bersama Komisi Fatwa MUI dan Komite Fatwa Produk Halal Menindaklanjuti adanya produk dengan nama "tuyul", "tuak", "beer", dan "wine" yang mendapat sertifikat halal.--

PALPRES.COM- Menindaklanjuti adanya produk dengan nama "tuyul", "tuak", "beer", dan "wine" yang mendapat sertifikat halal, Badan Penyelenggara Jaminan produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama menggelar rapat koordinasi bersama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Komite Fatwa produk Halal.

Pertemuan menyepakati solusi bagi 151 produk bersertifikat halal yang penamaannya bermasalah. 

Hadir dalam pertemuan Kepala BPJPH Muhammad Aqil Irham, Kepala  Pusat Registrasi dan Sertifikasi Halal Mamat S Burhanudin, Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh, dan Ketua Komite Fatwa Produk Halal Zulfa Mustofa, serta jajaran pada masing-masing lembaga. 

"Pada hari ini Selasa 8 Oktober 2024 kita mengadakan pertemuan konsolidasi dengan Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia dan Komite Fatwa Produk Halal. Konsolidasi hari ini untuk mengidentifikasi nama-nama produk yang disinyalir menyangkut penamaan-penamaan produk yang berkonotasi dan tidak diperbolehkan di dalam Fatwa MUI," kata Kepala BPJPH, Muhammad Aqil Irham, di Serpong, Selasa 8 Oktober 2024.

BACA JUGA:SELAMAT! Kemenag Sabet Penghargaan Penyelenggara Inovasi Pelayanan Publik Terbaik Tahun 2024 dari KemenPANRB

BACA JUGA:Kick Off Hari Santri, Kemenag Bakal Rilis Logo, Tema dan Theme Song

"Dari konsolidasi ini kita memperoleh data dari 5.314.453 produk (bersertifikat halal), (produk dengan) nama bermasalah sebanyak 151 produk. Prosentasenya adalah 0,003%. Artinya, alhamdulillah kita cukup proper. Namun demikian, dari 151 itu kita identifikasi temuannya ada dua, yang dikecualikan berjumlah 30 dan tidak dikecualikan berjumlah 121," lanjut Aqil.

Ketua MUI Bidang Fatwa Asrorun Niam Soleh mengatakan, merujuk Fatwa MUI nomor 44 tahun 2020, terdapat dua kondisi terkait penamaan produk. 

Pertama, sesuai dengan fatwa, ada pengecualian terkait dengan penggunaan nama, bentuk, dan atau kemasan yang diatur di dalam fatwa nomor 44 tahun 2020 misalnya yang secara 'urf atau kebiasaan di tengah masyarakat dikenal sesuatu yang biasa atau tidak terasosiasi dengan sesuatu yang haram.

"Misalnya bir pletok, dikenal sebagai jenis minuman tradisional yang halal, suci, dan tidak terasosiasi dengan pengertian bir yang mengandung alkohol," terang Niam.

BACA JUGA:Religion Festival Kemenag jadi Ajang Unjuk Kinerja Program Prioritas

BACA JUGA:327.958 Peserta Lolos Seleksi Administrasi CPNS Kemenag, Ini Jadwal Tahapan Berikutnya

Demikian juga, lanjutnya, tidak semua jenis kata 'wine' itu kemudian terlarang. Misalnya, 'red wine' yang merujuk kepada jenis warna yang secara empirik digunakan di tengah masyarakat.

Ini penting untuk difahami secara menyeluruh sehingga tidak menimbulkan kegaduhan di publik. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: