Catatan Akhir Tahun SMSI 2024: Serpihan Pemikiran Atraktif Prabowo Soal Pemberantasan Korupsi
Prabowo Subianto dalam mengawali pemerirntahannya, tegas kepada konglomerat yang tidak berpihak kepada rakyat.-X@prabowo-
Contoh yang paling anyar adalah kasus Harvey Moeis pidana korupsi di kasus timah yang diputus hanya 6,5 tahun, sementara kerugian negara ditaksir lebih dari Rp275 triliun, maka kerugian negara akan tambah besar jika aset terdakwa tidak dapat disita oleh negara.
BACA JUGA:MANTAP! Prabowo Ingin Berantas Judol, Menkomdigi Ingin Pelaku Tidak Dilindungi
Harvey yang didakwa dengan UU Korupsi No 20 Tahun 2001 Jo. UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, cukup berada di sel hanya 1/3 dari putusannya. Artinya, kurang dari 4 tahun yang bersangkutan sudah kembali ke masyarakat dan akan kembali sebagai seorang pengusaha.
Dalam pandangan Prabowo, hukuman seperti itu dinilai kurang adil dan tepat, pertama sumber filosofinya dari barat, dimana pada masa silam penjajah maunya menyiksa dan memenjarakan, tanpa mengkalkulasi kerugian uang negara dan kerugian rakyat atas proses hukuamnnya.
Oleh karenanya, perlu ada aturan baru yakni orang atau koruptor dipaksa untuk mengembalikan uangnya, jika tidak mau mengembalikan maka assetnya perlu dirampas untuk negara.
Inilah pemikiran progresif Prabowo dalam usaha memberantas korupsi dengan tetap menjadikan negara dan rakyat tetap untung atau tidak buntung.
BACA JUGA:Mulai Eksekusi! Inilah Program Ambisius 3 Juta Rumah Pertahun Prabowo - Gibran
BACA JUGA:Jembatan Termahal di Dunia Ini Hubungkan Jawa - Sumatera, Bakal Dibangun Presiden Prabowo?
Mengapa begitu? Di mata Prabowo, pembuatan hukum dan pasal di masa silam masih dipenuhi dengan kebencian terhadap manusia, bukan kepada perbuatannya.
Sebut saja pembuatan Pasal 12 Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2001 mengatur tentang hukuman bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang terbukti menerima gratifikasi: Sanksinya, Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan Pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar. Pasal itu dirujuk dalam Pasal 419 KUHP warisan kolonial.
Sekaratnya Demokrasi
Gagasan Prabowo tentang pemberantasan korupsi tidak harus berbanding lurus dengan sistem yang menganut demokrasi, di mana "doe process of law" adalah salah satu adagium, semua koruptor harus diproses sesuai dengn hukum yang berlaku dengan mempertimbangkan hak asasi manusia.
BACA JUGA:IKN Bukan Lagi Prioritas, Prabowo Subianto Lebih Fokus Hal Ini
BACA JUGA:Prabowo Bangun Bendungan Baru di Jawa Barat, Biayanya Capai Rp3,7 Triliun
Sekilas pernyataan itu enak didengar, namun dalam pelaksanaanya, seolah menjadi pil pahit bagi rakyat miskin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: smsi