Honda

Kemenag Mantangkan Konsep Kurikulum Cinta dan Eco-Theology, Kapan Penerapannya?

Kemenag Mantangkan Konsep Kurikulum Cinta dan Eco-Theology, Kapan Penerapannya?

Kemenag Bersama Pesantren Asadiyah membahas dan mematangkan dua konsep Kurikulum Cinta dan Eco-Theology sebagai Basis Gerakan Implementasi Deklarasi Jakarta.--

Sudah seharusnya, kata Menag, pendidikan agama tidak hanya mengajarkan hal ritual-formalistik, tetapi juga menanamkan ruh dan semangat moderasi dan penghormatan terhadap keberagaman.

Di Indonesia, kita telah melihat bagaimana pesantren, madrasah, dan sekolah-sekolah berbasis agama mulai mengajarkan toleransi dan harmoni dalam kehidupan berbangsa.

BACA JUGA:Pejabat Eselon Kemenag Sumsel Tandatangani Pakta Integritas dan Perjanjian Kinerja Tahun 2025

“Ini adalah langkah maju yang harus terus kita dorong dan perkuat,” tuturnya.

“Dalam kehidupan sosial, "Kurikulum Cinta" dapat diimplementasikan melalui berbagai gerakan dan program yang memperkuat solidaritas antarumat beragama. Misalnya, dialog lintas iman, aksi sosial bersama, dan kampanye perdamaian,” sambungnya.

Terkait Eco-Theology, Menag menjelaskan bahwa itu menjadi landasan spiritualitas dalam upaya pelestarian lingkungan. Konsep "Eco-Theology" mengajarkan bahwa menjaga bumi bukan sekadar upaya ilmiah atau kebijakan negara, tetapi juga merupakan bagian dari spiritualitas dan ibadah kita kepada Tuhan.

“Gerakan lingkungan berbasis keagamaan telah berkembang di banyak tempat. Di Indonesia, kita telah melihat inisiatif masjid ramah lingkungan (eco-friendly mosque), pesantren hijau (green pesantren), gereja berkelanjutan, dan lainnya yang memanfaatkan energi terbarukan dan praktik ramah lingkungan. Ini adalah contoh-contoh baik yang harus terus kita kembangkan sebagai wujud nyata dari eco-theology dalam kehidupan umat beragama,” tandasnya.

BACA JUGA:Resmikan Masjid Annur Komala, Kakanwil dan Jajaran Kemenag Sumsel Wakaf Rp256 Juta

Spirit Deklarasi Istiqlal

Mewakili Dirjen Bimas Islam Abu Rokhmad, Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Arsad Hidayat mengatakan, saat ini dunia sedang dihadapkan pada tantangan dehumanisasi dan kerusakan alam.

Dehumanisasi ditandai terutama dengan masih terjadinya praktik kekerasan dan konflik yang menimbulkan korban jiwa. Kerusakan alam telah berakibat bencana, pemanasan global, dan cuaca tak menentu. 

BMKG, kata Arsad, menyebutkan suhu udara Indonesia pada Januari 2025, merupakan yang tertinggi ke-11 sepanjang periode pengamatan sejak 1981.

Climate.gov juga mencatat, laju pemanasan bumi sejak 1982 tiga kali lebih cepat, yaitu mencapai 0,20° C per dekade.

Hasil riset pada 2024 juga menyebutkan selama 10 tahun terakhir luas kehilangan hutan telah mencapai 12,5 juta ha. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan.  

“Semua kita wajib terpanggil untuk memperbaiki keadaan. Agama dan tokoh agama diyakini memiliki peranan sangat penting dan strategis dalam membentuk pengetahuan dan pemahaman masyarakat. Tokoh agama, dengan bahasa agama yang dimilikinya, diyakini dapat memengaruhi publik dan berdampak signifikan bagi perubahan yang diharapkan,” ujar Arsad.

Menurutnya, Deklarasi Istiqlal yang ditandatangani Imam Besar Masjid Istiqlal dan pimpinan Katolik Paus Fransiskus pada 5 September 2024 di Jakarta, diyakini akan memberi dampak signifikan bagi perubahan kondisi dehumanisasi dan kerusakan alam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: