Membuat jembatan ini nampak kokoh dan gagah berdiri megah di pusat Kota Palembang.
Menurut sumber dari Wikipedia, pembangunan Jembatan Ampera mendapatkan persetujuan dari Bung Karno, Presiden Indonesia pada masa itu.
Pada tanggal 14 Desember 1961, sebuah perusahaan pelaksana pembangunan ditunjuk melalui penandatanganan kontrak dengan biaya sebesar USD 4.500.000 (kurs saat itu, USD 1 = Rp 200,00).
Saat pembangunannya, banyak bangunan peninggalan Belanda yang harus dibongkar, termasuk pusat perbelanjaan terbesar Matahari atau Dezon, Kantor listrik (OGEM), dan Bank ESCOMPTO.
Namun, menara air atau watertoren yang kini difungsikan sebagai Kantor Wali Kota Palembang berhasil diselamatkan.
Pembangunan Jembatan Ampera dimulai pada bulan April 1962 setelah mendapat persetujuan dari Presiden Soekarno.
Biaya pembangunan jembatan ini didanai melalui dana pampasan perang Jepang.
Selain itu, tenaga ahli dari Jepang juga turut terlibat dalam proyek ini, menunjukkan kerjasama bilateral yang kuat antara kedua negara.
BACA JUGA:3 Uskup Akan Hadir dalam Peresmian Gereja di Tanjung Enim, Kapolda Beri Dukungan Ini
Jembatan Ampera yang bangun pada tahun 1962 ini ternyata diresmikan oleh Letnan Jenderal Ahmad Yani.
Peresmian Jembatan Ampera ini adalah agenda terakhir Jenderal Ahmad Yani di Palembang, sebelum peristiwa G30S/PKI yang pada sejarahnya telah merenggut nyawa sang jenderal.
Pada awalnya, jembatan ini dinamai Jembatan Bung Karno.
Sebagai bentuk penghormatan kepada Presiden RI pertama yang berjuang untuk memenuhi keinginan warga Palembang memiliki jembatan yang melintasi Sungai Musi.
BACA JUGA:10 Jurusan Kuliah IPS Sepi Peminat Tapi Prospek Kerja Cerah, Gaji Pasti Aman!
Namun, belakangan nama jembatan diubah menjadi Jembatan Ampera.