Melalui inovasi ini, kini para petani madu sudah tidak melakukan perusakan pohon dan tebing di kawasan Kokolomboi.
Budidaya lebah madu menjadi salah satu upaya rehabilitasi kawasan hutan mengingat peran lebah sebagai pollinator yang membantu penyerbukan tanaman di sekitar kawasan.
Selain itu, budidaya lebah madu ini juga menjadi mata pencaharian masyarakat dari yang sebelumnya menjual kayu hasil hutan dan berburu satwa.
BACA JUGA:5 Kepala Daerah Terkaya di Provinsi Riau Versi LHKPN, Semuanya Miliki Harta Miliaran
Petani madu yang terlibat didalam kawasan taman Kehati kokolomboi mencapai 10 orang dengan kemampuan panen madu batu sebessar 2.000 liter/ tahun dan madu dahan sebesar 1.750 - 2.000 liter/ tahun.
Kelompok tani madu Kokolomboi turut melibatkan petani madu diluar Kawasan untuk memenuhi permintaan pasar.
Hingga saat ini sebanyak 245 anggota telah terafiliasi dengan kemampuan produksi sebesar 8.400 liter/ tahunnya.
Berdasarkan data kunjungan yang dikelola oleh Pengelola Taman Kehati Kokolomboi tercatat sebanyak 453 wisatawan domestik dan lebih dari 60 wisatawan mancanegara dari 22 negara yang memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat sekitar.
Sebagai penyedia jasa lingkungan dengan ketentuan tamu domestik sebesar Rp 60.000/orang/hari dan tamu asing Rp 200.000/orang/hari.
Selain manfaat ekonomi, program ini telah memberikan dampak perbaikan terhadap lingkungan melalui restorasi lahan sebesar 4 Ha serta pemulihan ekosistem dengan penanaman 2.500 bibit flora endemik yang sekaligus dapat menjadi pengkayaan pakan untuk satwa endemik.
Perbaikan lingkungan juga ditunjukkan dengan adanya peningkatan satwa endemik Tarsius Peleng dari sebelumnya 17 ekor menjadi 46 ekor dan peningkatan Gagak Banggai dari 1 ekor menjadi 8 ekor.