PALPRES.COM - Proyek Lahan Gambut (PLG) sejuta hektar di Kalimantan Tengah digagas era Presiden Soeharto.
Proyek ini dinilai gagal lantaran kurangnya pemahaman terhadap kondisi sosial budaya masyarakat setempat dan ketidakcocokan kondisi lingkungan.
Proyek yang dimulai sejak 26 Desember 1995 itu akhirnya dihentikan pada Juli 1998.
Lantas, apakah proyek sejuta lahan gambut di Kalimantan Tengah itu merusak lingkungan?
BACA JUGA:Realme Narzo 70 Pro 5G Meluncur Maret 2024, Bawa Sensor Kamera Sony
Diketahui, ketidakberhasilan lahan gambut yang digunakan untuk padi ini terjadi sejak dimulainya proyek tersebut.
Tepatnya, sejak dimulai perencanaan dan perancangan, hingga ke tahap pelaksanaan dan tahap pemberdayaan lahan.
Ketika tahap perencanaan dan perancangan, diketahui terjadi kesalahan pada Analisa Dampak Lingkungan (Amdal), yang dibuat dan dilaksanaan bersamaan dengan pekerjaan proyek.
Selain itu, ada juga keterbatasan data dasar yang digunakan untuk perancangan Sumber Daya Alam (SDA), sehingga banyak asumsi yang kemudian diketahui tidak benar.
Kemudian pada tahap pelaksanaan proyek, yakni membelah bagian tengah kubah gambut untuk pengairan yang justru mengakibatkan kekeringan.
Sebab, fungsi dari kubah gambut yang sebagai penyimpan air menjadi hilang atau berkurang.
Akibatnya, lahan sejuta hektar yang tersedia hanya merusak lingkungan.
Kurang matangnya perencanaan yang dilakukan, menyebabkan area proyek lahan gambut sejuta hektar di Kabupaten Kapuas dan Barito Selatan, Kalimantan Tengah menjadi mubazir.
BACA JUGA:Skutik Murah dengan Desain Retro Banget Resmi Mengaspal di Indonesia, Ini Harga Resminya?