Hal ini sangat mempengaruhi operasi normal penerbangan dan kapal Taiwan serta internasional, melanggar prosedur normal perdagangan internasional, dan secara sepihak menangguhkan ekspor produk pertanian dan perikanan Taiwan ke Tiongkok.
BACA JUGA:Koordinasi Langkah Pengawasan Pembangunan PSN, Kapolda Sumsel Ikuti Rakornas BPKP Secara Daring
BACA JUGA:Wow! Bocah Muara Enim Ini Sukses Rebut Medali Emas di Ajang Internasional
Sebagai anggota komunitas internasional yang bertanggung jawab dan mempunyai kekuatan untuk kebaikan bersama, Pemerintah Taiwan telah berulang kali menyatakan secara terbuka komitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan.
Tetapi dalam beberapa tahun terakhir Tiongkok terus meningkatkan intimidasi militer dan pemaksaan ekonomi terhadap Taiwan dan negara-negara di kawasan yang sepenuhnya menunjukkan sifat otoriter Tiongkok.
Padahal, perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan tidak hanya berdampak pada keamanan dan kemakmuran kawasan Indo-Pasifik, tetapi juga memainkan peran penting dalam rantai pasokan global. Secara khusus, Taiwan memiliki klaster industri semikonduktor terlengkap di dunia.
Lebih dari 60 persen chip dan 92 persen chip tercanggih diproduksi di Taiwan. Jika Tiongkok menginvasi Taiwan dengan paksa, maka akan menyebabkan kerugian ekonomi global yang sangat besar, yaitu lebih dari 10 triliun dolar AS atau sekitar 10 persen dari total GDP global.
Skala kerugian akan lebih besar daripada perang Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19. Di sisi lain, Selat Taiwan adalah jalur penting transportasi laut dan udara global. Lebih dari 40 persen kargo maritim global melewati Selat Taiwan.
Setiap tahun, sekitar 2 juta penerbangan dan 72 juta penumpang lepas landas, mendarat dan transfer di “Taipei Flight Information Region (Taipei FIR)” yang berada di bawah tanggung jawab Taiwan. Selain itu, jumlah warga negara asing yang saat ini tinggal di Taiwan melebihi 860.000 orang, termasuk diantaranya sekitar 400.000 orang warga negara Indonesia.
Jika Tiongkok menginvasi Taiwan dengan paksa, maka akan merugikan masyarakat di seluruh dunia, terutama akan sulit menjamin keselamatan 400.000 orang warga negara Indonesia yang berada di Taiwan. Pada saat yang sama, hal ini akan berdampak serius pada arus transportasi laut dan udara serta perdagangan di kawasan Indo-Pasifik dan global.
Jika Tiongkok menggunakan kekerasan terhadap Taiwan, maka tatanan internasional yang liberal dan demokratis berbasis aturan akan hancur, dan perdamaian serta stabilitas regional tidak akan terjaga.
BACA JUGA:1.544 Kasus Berhasil Diselesaikan Polda Sumsel pada Triwulan Pertama Tahun 2024
Pada saat yang sama Taiwan dengan tegas menentang upaya sepihak penghancuran status quo di Selat Taiwan dan menekankan pentingnya perdamaian dan stabilitas di wilayah itu bagi kepentingan semua negara.