Leo menjelaskan, peristiwa itu terjadi pada periode 2015-2021. Saat itu, AW dan Tiko bersepakat untuk mendirikan perusahaan bernama PT AAS. AW yang saat itu masih berstatus istri Tiko menjabat komisaris, sementara Tiko menjabat direktur.
"Awalnya klien kami dan Tiko memutuskan untuk mendirikan perusahaan yang bergerak di bidang makanan dan minuman. Di mana pada saat itu klien kami menjadi komisaris, sementara Tiko menjadi Direktur, tapi untuk modal perusahaan seluruhnya dari klien kami," terangnya.
Leo mengatakan kliennya saat itu tidak terlalu ikut campur dalam pengurusan kegiatan usaha agar Tiko leluasa mengurusi perusahaan. Namun dia menduga hal tersebut menjadi celah terjadinya tindak pidana.
"Nah, kewenangan tanpa pengawasan ini yang kemudian kami duga menjadi celah bagi terlapor untuk melakukan perbuatan-perbuatan dengan iktikad yang tidak baik hingga akhirnya mengakibatkan kerugian bagi perusahaan. Klien kami selama ini tahunya usaha lancar, tapi kok tiba-tiba di 2019 Tiko bilang usaha mau tutup karena tidak kuat bayar sewa. Lho, ini kan aneh," sambungnya.
Kecurigaan terkait dugaan penggelapan ini menguat pada 2021.
Saat itu kliennya menemukan ada dua dokumen berupa P&L (profit and loss) yang mencurigakan.
Pihak AW menduga laporan tersebut dimanipulasi untuk menyembunyikan kondisi keuangan perusahaan.
"Dari situ kemudian klien kami melakukan audit investigasi melalui auditor independen dan didapatkanlah adanya temuan perihal penggunaan dana sebesar Rp 6,9 miliar yang tidak jelas peruntukannya. Dan karena tidak ada iktikad baik dari yang bersangkutan untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan, maka kemudian klien kami melaporkan peristiwa ini ke kepolisian,"paparnya.
Sementara itu, dari pihak Tiko yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Irfan Aghasar mempertanyakan tuduhan penggelapan dana sebesar Rp6,9 miliar yang dilayangkan oleh mantan istri kliennya itu.
Irfan juga menegaskan jika kliennya tak pernah melakukan penggelapan seperti yang dituduhkan.
"Dari sisi laporan dugaan adanya penggelapan yang dikatakan oleh pelapor Rp 6,9 miliar, verifikasi dari polisi menyatakan tidak sampai segitu. Jadi angkanya saja ini confuse antara pelaporan dengan sisi polisi," kata Irfan pada awal bulan Juni lalu.
Untuk itu, pihaknya meminta pihak polisi agar dilakukan gelar perkara terbuka dan juga meminta agar ada audit independent untuk memeriksa ulang terkait kasus yang menyeret kliennya ini.