Penundaan proyek ini disebabkan oleh perselisihan kontrak antara konsorsium pemenang tender, yakni PT Perumahan Pembangunan (PP) dan perusahaan asal Tiongkok, China Aluminium International.
BACA JUGA:Pagi Ini Gempa 4.1 Magnitudo Guncang Maluku Tengah, Cek Update Pusat Gempa Regional IX Ambon
Ketidakpastian ini menyebabkan stagnasi proyek dan keterlambatan penyelesaian.
Untuk mengatasi masalah ini, PT Borneo Aluminium Indonesia (PT BAI) sebagai pihak yang bertanggung jawab atas koordinasi proyek, terus melakukan langkah-langkah percepatan agar target produksi bisa tercapai.
Proyek SGAR mempunya peran penting dalam hilirisasi yang diusung oleh Mining Industry Indonesia (MIND ID), BUMN Holding Industri Pertambangan.
Hilirisasi ini tak hanya meningkatkan nila tambah sumber daya alam, namun juga menciptakan lapangan kerja dan mengurangi ketergantungan pada impor bahan mentah.
BACA JUGA:Operasi Microsleep di Jalan Tol, Lebih dari 2.700 Pengemudi Dimonitor, 173 Orang Kedapatan Mengantuk
BACA JUGA:Sambut Nataru, Perbaikan Tol Terpeka Dikebut, Ini Target Penyelesaiannya
Fase pertama SGAR ditargetkan mampu memproduksi 1 juta ton alumina per tahun dengan bahan baku berupa 3,3 juta ton bauksit per tahun.
Produknya akan dimanfaatkan untuk berbagai industri, termasuk pembuatan aluminium primer seperti ingot, billet, alloy dan barang kebutuhan lainnya.
Walaupun menghadapi hambatan, proyek SGAR tetap menjadi simbol transformasi industri pertambangan Indonesia.
Pemerintah melalui MIND ID, terus memantau perkembangan proyek dan mendukung penyelesaiannya.
BACA JUGA:Kemenag Gelontorkan Anggaran Rp897 Miliar untuk Insentif Guru Non PNS di 2025