Tertibkan Aset Daerah, Disperindag Lubuklinggau Benahi Tata Kelola Pasar
Tertibkan Aset Daerah, Disperindag Lubuklinggau Benahi Tata Kelola Pasar--
LUBUK LINGGAU, PALPRES.COM- Pemerintah Kota Lubuklinggau melalui Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) mulai melakukan pembenahan menyeluruh terhadap pengelolaan pasar tradisional, khususnya Pasar Inpres dan Pasar Bukit Sulap.
Langkah awal yang dilakukan adalah pendataan ulang seluruh kios, los, dan hamparan sebagai bagian dari penertiban aset daerah.
Kepala Disperindag Kota Lubuklinggau, Medholin, mengatakan penataan manajemen pasar menjadi perhatian serius setelah adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyoroti potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang belum tergarap secara optimal.
“Dari hasil pemeriksaan BPK, diketahui ada pendapatan daerah yang belum maksimal. Karena itu, kami mulai membenahi tata kelola pasar, diawali dengan pendataan aset,” ujar Medholin, Selasa (18/11/2025).
Menurutnya, seluruh fasilitas pasar merupakan aset milik Pemerintah Kota Lubuklinggau dan pengelolaannya berada di bawah kewenangan Disperindag sebagai organisasi perangkat daerah (OPD) teknis. Pendataan ini dilakukan untuk memastikan aset tersebut digunakan sesuai peruntukannya dan tercatat secara resmi.
BACA JUGA:Operasi Artroskopik Neymar Sukses Siapkan Janji Besar di Piala Dunia Brasil 2026
Medholin menjelaskan, berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah, aset pasar yang menjadi objek retribusi meliputi kios, los, hamparan, serta retribusi harian pedagang. Seluruh pungutan tersebut seharusnya masuk sebagai PAD melalui mekanisme resmi pemerintah.
“Pendataan ini bertujuan memastikan kios benar-benar ditempati pedagang yang berjualan, serta retribusinya dibayarkan sesuai aturan,” katanya.
Pendataan awal dilakukan di Pasar Inpres. Dari total 265 kios yang tersedia, tercatat hanya 166 kios yang saat ini aktif digunakan pedagang. Pedagang yang terdata kemudian diberikan Surat Ketetapan Retribusi Daerah sebagai dasar kewajiban pembayaran sewa kios.
Selama ini, lanjut Medholin, masih banyak pedagang yang menganggap pembayaran sewa kios sebagai pajak. Padahal, yang dibayarkan adalah retribusi sewa kios sesuai Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun 2023.“Pajak itu berbeda, seperti PBB. Sementara yang dibayarkan pedagang pasar adalah retribusi sewa kios,” tegasnya.
Setelah Pasar Inpres, pendataan dilanjutkan ke Pasar Bukit Sulap, termasuk los dan hamparan. Penertiban dilakukan secara bertahap disertai sosialisasi kepada pedagang agar memahami bahwa kios yang ditempati merupakan aset pemerintah, bukan milik pribadi.
Dalam proses pendataan tersebut, Disperindag menemukan praktik penyewaan kios oleh oknum tertentu dengan tarif yang jauh di atas ketentuan resmi. Dari hasil informasi pedagang, diketahui ada kios yang disewakan dengan harga mencapai Rp20 juta.
“Padahal, tarif resmi sewa kios dari pemerintah di Pasar Inpres sekitar Rp4,8 juta. Artinya, ada selisih yang sangat besar dan tidak masuk ke kas daerah,” ungkap Medholin.
Ia menegaskan, praktik tersebut terjadi karena penyewaan dilakukan kepada pihak yang tidak berwenang, bukan melalui Pemerintah Kota. Akibatnya, potensi PAD selama ini tidak tercatat dan tidak masuk ke kas daerah.
Oleh karena itu, Disperindag melakukan penertiban agar kios kembali ditempati oleh pedagang yang benar-benar berjualan sesuai fungsinya. Ke depan, seluruh pembayaran retribusi dilakukan secara non-tunai melalui virtual account untuk memastikan transparansi.
“Setelah data pedagang valid, mereka akan mendapatkan virtual account untuk pembayaran langsung ke bank. Setelah bukti pembayaran diserahkan, baru diterbitkan surat ketetapan sewa kios,” jelasnya.
Disperindag menargetkan proses pendataan dan penataan pasar dapat rampung pada tahun 2026. Setelah pendataan selesai, penataan ulang penempatan pedagang akan dilakukan agar pengelolaan pasar menjadi lebih tertib, transparan, dan berkontribusi optimal terhadap pendapatan daerah.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
