Honda

Efektivitas Program Asimilasi Rumah di Masa Pandemi Covid-19

Efektivitas Program Asimilasi Rumah di Masa Pandemi Covid-19

Tinjauan Terhadap Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 43 Tahun 2021

 

Oleh : Reza Praditya Pradana, S.H.
Pembimbing Kemasyarakatan Ahli Pertama
Instansi : Balai Pemasyarakatan Kelas I Palembang

Dunia digemparkan dengan kemunculan wabah Virus Covid-19 di akhir tahun 2019. Seluruh dunia terkena dampaknya, mulai dampak kesehatan hingga dampak perekonomian. Dengan penyeberan melalui udara yang sangatcepat dan masif, hampir seluruh di dunia terpapar wabah ini termasuk Indonesia sebagai salah satu negara destinasi wisata dunia. Penyebaran Virus Covid-19 begitu cepat karena intensitas bepergian masyarakat baik dalam keluar negeri maupun sebaliknya.

Wabah Pandemi covid-19 yang melanda Indonesia menyisakan dampak yang sangat serius dengan berbagai persoalan yang dihadapi negara yang menjadi PR bagi Pemerintah Indonesia, mulai dari persoalan kesehatan, pendidikan, ekonomi, sosial, hingga masalah hukum yang juga menjadi perhatian khusus. Berbagai upaya tentu telah dilakukan, mulai dari aturan social distancing, prokes, pengetatan aturan hilir mudik antar kota, sampai pelarangan pengadaan even dalam skala besar.

Pemerintah Indonesia juga telah menyatakan Status Kedaruratan Kesehatan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dan menetapkan wabah Pandemi Covid-19 sebagai bencana nasional sejak tanggal 14 Maret 2020. Dampak ditetapkan Status Kedaruratan akibat dari wabah Covid-19 mendorong pemerintah juga melahirkan berbagai macam peraturan-peraturan yang diberlakukan selama wabah Pandemi Covid-19 demi meminimalisir penyebaran yang sangat masif di seluruh penjuru wilayah Indonesia.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disingkat Kemenkumham) sebagai salah satu kementerian dalam Pemerintah Indonesia di bawah Presiden yang salah satu tupoksinya adalah perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang pemasyarakatan turut merespon Penetapan Status Kedaruratan dan penetapan wabah Pandemi Covid-19 dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (selanjutnya disingkat Permenkumham) Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

Dalam peraturan ini, terdapat perbedaan implementasi pemberian asimilasi bagi narapidana saat sebelum adanya wabah Pandemi Covid-19. Pemberian asimilasi pada umumnya yaitu melaksanakan kegiatan pelatihan kerja sosial bagi narapidana yang telah menjalani 2/3 dari masa pidana dan narapidana anak yang telah menjalani ½ dari masa pidana dengan bimbingan pihak ketiga di luar Lembaga Pemasyarakatan (selanjutnya disingkat Lapas), sedangkan pada saat Pandemi Covid-19 program asimilasi dilaksanakan di rumah masing-masing. Kebijakan ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan pemerintah melihat kondisi lembaga pemasyarakatan sebagian besar mengalami over kapasitas sehingga diharapkan menjadi salah satu alternatif minimalisir penyebaran Covid-19 di Lapas.

Dalam Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 dijelaskan bahwa program asimilasi di masa Pandemi Covid-19 diberlakukan hingga 31 Desember 2020 dan ketentuan tersebut tidak berlaku bagi narapidana koruptor dan teroris sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan. Bahkan Pemerintah kembali memperpanjang program asimilasi di masa Pandemi Covid-19 sampai dua kali perpanjangan mengingat situasi dan kondisi pandemi Covid-19 yang masih melanda Indonesia. Perpanjangan pertama yaitu Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020, dimana batas program asimilasi di masa pandemi Covid-19 adalah hingga 31 Mei 2021. Sedangkan Perpanjangan Kedua adalah Permenkumham Nomor 43 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020, dimana batas program ditetapkan sampai dengan tanggal 30 Juni 2022.

Palembang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang terletak di Provinsi Sumatera Selatan dan memiliki tingkat kriminalitas yang cukup tinggi. Berdasarkan data yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kemenkumham pada tanggal 03 Juni 2022, jumlah keseluruhan tahanan dan narapidana yang berada dalam pengawasan Kantor Wilayah Sumatera Selatan adalah sebanyak 16.198 orang, sedangkan kapasitas yang tersedia hanya untuk 6.605 orang. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya over crwoding mencapai 245 %.

Adapun narapidana yang menjalani program asimilasi mandiri di rumah tetap menjadi tugas dan tanggung jawab dari Balai Pemasyarakatan berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Dalam Pasal 6 ayat 1 disebutkan bahwa “Pembinaan warga binaan pemasyarakatan dilakukan di Lapas dan pembimbingan warga binaan pemasyarakatan dilakukan oleh Balai Pemasyarakatan”. Dalam hal ini pengawasan dan pembimbingan secara terpadu dan konsisten di luar lembaga akan dibimbing langsung oleh Pembimbing Kemasyarakatan untuk memastikan agar seluruh narapidana yang menjadi Klien Pemasyarakatan patuh dalam menjalankan program asimilasi pada masa Pandemi Covid-19 di rumah masing-masing. Maka dikeluarkanlah kebijakan bahwa kegiatan pengawasan dan pembimbingan dilaksanakan secara daring kepada setiap klien pemasyarakatan melalui pesan singkat, telepon, video call, dan berbagai instrumen komunikasi berbasis teknologi lainnya. Hal ini berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pemasyarakatan Nomor PAS20.PR.01.01 Tahun 2020 tentang Langkah Pogresif dalam Menanggulangi Penyebaran Covid-19 pada UPT Pemasyarakatan.

Dari hal tersebut, pelaksanaan pengawasan dan pembimbingan Klien Pemasyaratan dengan menggunakan metode asimilasi mandiri di rumah masing-masing yang belum pernah dilakukan sebelumnya, perlu diamati lebih dalam apakah pengawasan dan pembimbingan tersebut sudah berjalan sesuai prosedur pelaksanaan atau belum, dan apakah program tersebut dapat berjalan efektif atau tidak.

Program ini dilaksanakan dengan proses yang sangat ketat sebagaimana diatur dalam Permenkumham Nomor 43 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua atas Permenkumham Nomor 32 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Permenkumham Nomor 10 Tahun 2020 tentang Syarat dan Tata Cara Pemberian Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat bagi Narapidana dan Anak dalam rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19. Jika program ini tidak diterapkan, maka over kapasistas akan terus berlangsung sehingga bisa menyebabkan penyebaran dan penularan wabah Covid-19 yang masif. Meskipun potensi narapidana yang melakukan kejahatan masih tetap ada, namun hal itu tidak mencerminkan kegagalan kebijakan secara menyeluruh. Mengingat tindak pidana yang dilakukan oleh manusia tidak dapat diprediksi karena beberapa faktor fundamental diantaranya faktor ekonomi.

Namun pelaksanaan program asimilasi mandiri di rumah masing-masing Klien Pemasyarakatan tidak selamanya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Ada beberapa hambatan dalam pelaksanaan yang langsung diawasi oleh Pembimbing Kemasyarakatan, diantaranya :
a. Keterbatasan sarana prasarana, mengingat mayoritas pelaksanaan pengawasan klien pemasyarakatan asimilasi di rumah dilakukan secara daring. Tidak semua klien pemasyarakatan memiliki handphone android dan jaringan sinyal di sekitar tempat tinggal klien pemasyarakatan belum tentu mumpuni untuk mengadakan video call dalam rangka pelaksanaan wajib lapor kepada pembimbing kemasyarakatan;
b. Banyak klien pemasyarakatan yang masih tidak memahami kewajibannya untuk melaksanakan wajib lapor;
c. Kendala administrasi dan finansial pembimbing kemasyarakatan untuk melaksanakan pengawasan;
d. Adanya keraguan masyarakat untuk menerima kembali klien pemasyarakatan yang bebas karena mendapatkan program asimilasi di rumah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: