Pilu! 33 Anak-anak Meregang Nyawa dalam Tragedi Kanjuruhan, Delapan Di Antaranya Perempuan
Sedikitnya 33 anak-anak Sedikitnya 33 anak-anak berusia 4-14 tahun meregang nyawa dalam tragedi Kanjuruhan. Delapan di antaranya anak perempuan. --JPNN.com
Sejumlah media besar, seperti kantor berita AFP, Reuters, Al Jazeera, Arab News, BBC, dan Associated Press menyoroti tragedi memilukan di Malang, terutama tingginya jumlah korban jiwa anak-anak.
Peristiwa itu disusul bentrokan dengan aparat lalu memicu penembakan gas air mata membabi buta ke arah tribun penonton dan jalan keluar.
Terekam dalam video, aparat TNI menendang salah satu sporter Arema FC di Stadion Kanjuruhan, Malang, usai laga Arema vs Persebaya pada Sabtu 1 Oktober 2022.
"Semua yang bertanggung jawab harus bertanggung jawab atas bencana ini, terlepas dari status atau posisi mereka," kata Phil Robertson, Wakil Direktur Asia untuk Human Rights Watch yang berbasis di New York, Senin 3 Oktober 2022, seperti dilaporkan Straits Times.
"Tidak cukup bagi Polri dan PSSI melakukan penyelidikan sendiri karena mereka mungkin tergoda untuk mengecilkan atau melemahkan akuntabilitas penuh dari pejabat yang terlibat," tambahnya dalam sebuah pernyataan.
Dr Bobi Prabowo, Direktur RS Kanjuruhan, seperti dilansir Straits Times mengatakan kepada wartawan bahwa mereka yang dibawa ke rumah sakit pada Sabtu malam sebagian besar menderita trauma, sesak napas, dan kekurangan oksigen.
"Ketika Anda berada dalam situasi kekurangan oksigen, karena gas air mata, dan Anda panik pada saat yang sama, hal berikutnya yang bisa terjadi adalah Anda pingsan," katanya.
Ia menyatakan, beberapa pasien menderita banyak luka karena terinjak-injak oleh orang banyak.
Ester Andayanengtyas mengatakan kepada BBC, Senin, 3 Oktober 2022, putrinya yang berusia 17 tahun, Debora, menderita luka serius, termasuk patah leher dan pembengkakan di otak dari peristiwa itu.
"Saya minta dia tidak menonton pertandingan hari itu. Dia tidak pulang, paginya teman-temannya mencarinya," kata Andayanengtyas.
"Kami mencarinya di UGD, tapi dia tidak ada di sana. Rumah sakit menyuruh kami untuk melihat kamar mayat. Kebingungan terjadi karena putri saya tidak membawa kartu identitas."
Saksi lain melaporkan mendengar orang tua berteriak "di mana anak saya" di antara kekacauan, dan seorang pria mengatakan kepada BBC bahwa dia melihat orang tua pingsan saat melindungi anak-anak mereka.
"Seorang ibu pingsan saat memeluk anaknya, di sebelahnya anak laki-laki pingsan," katanya.
"Kemudian beberapa pendukung mengangkat ibu dan anak itu untuk keluar dari stadion. Mereka tidak sadar ketika digendong itu karena gas air mata," tukasnya. *
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: