Honda

K-POP dan Boyband Minggir Dulu, Ini 3 Kesenian di Palembang Paling Top di Era Kesultanan

K-POP dan Boyband Minggir Dulu, Ini  3 Kesenian di Palembang Paling Top di Era Kesultanan

Kesenian Dulmuluk cikal bakal dari kelakar betok Palembang-Istimewa/Net-

PALEMBANG, PALPRES.COM- Salah satu daerah tertua di Indonesia. Kota PALEMBANG pasti memiliki budaya, adat istiadat, dan kesenian yang sudah ada dari dahulu.

Lahirnya Kota Palembang sendiri sejalan dengan adanya Kerajaan Sriwijaya.

Pada masa kerajaan Sriwijaya nama Palembang belum dikenal, tapi lokasi pusat kerajaan Sriwijaya dan Kota Palembang adalah sama.

Warga Palembang memiliki kebudayaan sendiri dan berbeda dari suku lain, meskipun suku aslinya berintegrasi dengan suku pendatang.

BACA JUGA: Kesenian Rebana Mulai Tergerus Zaman, Masih Dilestarikan Warga Pegayut Ogan Ilir

Dalam hal itulah bentuk seni-seni budaya dan tradisi di Palembang berbeda.

Akan tetapi tidak sedikit pula ada seni budaya yang sama bernafaskan Islam.

Jadi boleh disimpulkan lahirnya Palembang merupakan kelanjutan dari kota Kerajaan Sriwijaya yang sudah runtuh.

Kalau membahas kesenian Tradisonal Palembang boleh dikatakan cukup banyak.

BACA JUGA:3 Kesenian Asal Palembang Ini Nyaris Hilang Tergerus Zaman

Kesenian tradisional Palembang pun terbagi 3 macam, diantaranya.

Seni musik, Seni Drama/ Prosa Tradisional, dan Seni Tari.

Dari beberapa 3 kategori tersebut, ada beberapa kesenian yang mulai jarang di temui di Kota Palembang sekarang ini.

Sebagian masyarakat khususnya para remaja milenial era 5.0, lebih mengenal K-POP maupun Boyband.

BACA JUGA:Wayang Palembang Tutup Pekan Seni Dewan Kesenian Palembang

Dirangkum dari berbagai sumber, ada 3 kesenian baik dari seni musik dan seni drama yang sudah mulai hilang tergerus zaman.

Mau tahu, kesenian apa saja? Yuk simak ulasannya dibawah ini.

Jidor

Jidor masuk dalam kategori musik, sama dengan Tanjidor di Betawi, Jakarta.

BACA JUGA:Wali Kota Palembang Setujui Balai Pertemuan Dijadikan Tempat Kesenian

Di Palembang kesenian ini disebut Jidor. Dimainkan secara berkelompok dengan menggunakan alat tiup musik yang dipengaruhi budaya Eropa.

Musik Jidor pun sama seperti Orkes, tapi anggotanya lebih sedikit dari orkes.

Namun, kini Jidor pun sudah jarang terlihat atau ditampilkan pada acara-acara resmi maupun pernikahan.

Padahal, dahulunya Jidor sering ditampilkan ketika mengiring pengantin atau sebuah pernikahan.

BACA JUGA:Pentas Seni Besemah Expo, Tampilkan Berbagai Kesenian Tradisional Berbagai Etnis, Simak Yuk

Dululmuluk

Dulmuluk masuk dalam kategori seni drama atau prosa tradisional yang ditampilkan di sebuah teater.

Dulmuluk kesenian yang sudah ada pada masa kesultanan Darussalam Palembang.

Awal mula terbentuknya adalah berupa pembacaan syair oleh Wan Bakar yang membacakan tentang syair Abdul Muluk disekitar rumahnya di Tangga Takat 16 Ulu pada tahun 1854.

Agar lebih menarik pembacaan syair kemudian disertai dengan peragaan oleh beberapa orang ditambah iringan musik gambus dan terbangan.

BACA JUGA:JULI BERKAH, 6 Bansos Cair Serentak, Berikut Jadwal Pencairannya

Acara itu menarik minat masyarakat untuk datang berkumpul.

Pada tahun 1860 syair Kejayaan Kerajaan Melayu juga diterbitkan di Singapore dalam bahasa Melayu oleh Syaidina dan Haji M. Yahya.

Pada tahun 1893 Dr. Philipus mencetak kembali dengan menggunakan bahasa Latin, diterbitkan oleh Tijschrift Van Nederlands India di Roterdam. 

Kemudian muncul sebuah buku yang diterbitkan oleh De Burg Amsterdam dengan judul Syair Abdul Muluk.

BACA JUGA:5 Jurusan Kuliah Tersulit di PTN Indonesia TOP QS WUR 2024, Minat?

Sejalan dengan waktu, kesenian Dulmuluk jarang kita temui, kalau pun ada itu pada kegiatan pentas seni dan kebudayaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah.

Wayang Kulit Palembang

Wayang Kulit Palembang adalah sebuah bentuk wayangan dengan visi dan versi dari masyarakat Palembang itu sendiri.

Jenis kesenian ini diperkirakan tumbuh pada sekitar abad 19 (tahun 1800-an) pada masa pemerintahan Aryo Damar atau Aryodillah.

Bentuk fisik wayang Palembang sama dengan yang ada pada wayang purwa milik di Jawa sehingga yang membedakan di antara keduanya adalah bahasa pengantarnya.

Dimana wayang kulit Palembang menggunakan bahasa Palembang baik baso, sari-sari maupun Bebaso.*

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: