RDPS
Honda

Inflasi Terkendali, Bank Indonesia Pertahankan B17DRR Sebesar 5,75 Persen

Inflasi Terkendali, Bank Indonesia Pertahankan B17DRR Sebesar 5,75 Persen

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo.--

- Implementasi uji coba QRIS antarnegara dengan Singapura;

BACA JUGA:Sinergi Bank Indonesia dan APEKSI Atasi Inflasi dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Menyukseskan Keketuaan ASEAN 2023 khususnya melalui jalur keuangan, dengan 5 (lima) fokus pencapaian, yaitu terkait bauran kebijakan, local currency transaction, regional payment connectivity, inklusi keuangan, dan strengthening ASEAN finance process.

Koordinasi kebijakan dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan mitra strategis terus diperkuat. 

Dalam kaitan ini, koordinasi dalam Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID) dilanjutkan melalui penguatan program Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah. 

Sinergi kebijakan antara Bank Indonesia dengan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) diperkuat dalam rangka menjaga stabilitas makroekonomi dan sektor keuangan, mendorong kredit/pembiayaan kepada dunia usaha khususnya pada sektor-sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan ekspor, serta meningkatkan ekonomi dan keuangan inklusif dan hijau.

Ketidakpastian perekonomian global kembali meningkat 

Pergeseran komposisi pertumbuhan ekonomi global 2023 semakin kuat, meskipun secara keseluruhan tahun pertumbuhan ekonomi global sama dengan prakiraan sebelumnya sebesar 2,7%. 

Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi Tiongkok lebih rendah akibat keyakinan pelaku ekonomi yang melemah serta utang rumah tangga yang tinggi sehingga menurunkan konsumsi dan kinerja properti yang turun yang berdampak pada investasi. 

Ekonomi Eropa juga melemah dipicu oleh dampak eskalasi ketegangan geopolitik Rusia dan Ukraina. 

Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) lebih baik dari prakiraan semula dipengaruhi konsumsi yang membaik ditopang kenaikan upah dan pemanfaatan tabungan yang tinggi (excess saving). 

Sementara itu, tekanan inflasi negara maju masih tinggi dipengaruhi perekonomian yang kuat dan pasar tenaga kerja yang ketat, sedangkan inflasi di negara berkembang telah menurun. 

Hal ini diprakirakan mendorong berlanjutnya kenaikan suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR) AS. 

Berbagai perkembangan tersebut semakin menaikkan ketidakpastian pasar keuangan global dan mendorong aliran modal ke negara berkembang lebih selektif.

Tekanan nilai tukar di negara berkembang meningkat, sehingga memerlukan penguatan respons kebijakan untuk memitigasi risiko rambatan global tersebut, termasuk di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: