Honda

Pusat Kajian Sejarah Sumsel Lakukan Kajian Gajah Palembang di Air Sugihan

Pusat Kajian Sejarah Sumsel Lakukan Kajian Gajah Palembang di Air Sugihan

konflik sering terjadi antara gajah dan manusia--disway.id

PALEMBANG, PALPRES.COM – Tak banyak orang yang tahu jika Palembang memiliki habitat gajah.

Selama ini, gajah lebih dikenal banyak terdapat di kawasan Way Kambas Lampung.

Oleh karena itulah, Pusat Kajian Sejarah (Puskas) Sumatera Selatan melakukan Kajian tentang gajah Palembang ini.

Kajian tentang gajah ini dilakukan di kawasan Kecamatan Air Sugihan, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Kajian tersebut dilaksanakan selama tiga hari sejak 8 Mei 2024.

BACA JUGA:Berdiri di Atas Sungai Batanghari, Jembatan Tertua di Muba Ini Diprakarsai Warga Belanda Pembangunannya

BACA JUGA:Manfaatkan Libur Panjang, Puluhan Ribu Kendaraan Padati Tol Terpeka

Dalam melakukan kajian tersebut, Puskas Sumsel menerjunkan tim yang diketuai Dedi Irwanto dengan personal Vebri Al-Lintani, Ali Goik, Kemas Panji, Dudy Oskandar, Dayat.

Ali Goik, salah satu anggota Puskas Sumsel Ali Goik mengatakan jika tidak banyak yang tahui jika Kota Palembang merupakan daerah gajah.

Ketidaktahuan orang perihal Palembang sebagai Ibu kota Sumatera Selatan itu adalah daerah gajah inilah yang membuat Puskas Sumsel melakukan kajian tentang satwa langka tersebut.

Dalam kegiatan kajian tersebut, tim Puskas Sumsel yang turun ke lapangan langsung menuju ke lima desa yang sering mengalami konflik dengan gajah.

BACA JUGA:Ragnar Oratmangoen Tak Sabar Debut di SUGBK Pada Kualifikasi Piala Dunia 2026, Janjikan 2 Kemenangan Spesial

BACA JUGA:Berkat Sokongan Jepang, Jalan Tol Padang - Pekanbaru 255 KM Segera Rampung, Segini Progresnya

Kelima desa tersebut yaitu Desa Bukit Batu, Simpang Heran, Banyu Biru, Srijaya Baru, dan Desa Jadi Mulya.

Terkhusus pada Desa Bukit Batu, tim peneliti Puskas Sumsel melakukan beberapa wawancara dengan penduduk lokal di sana.

Wawancara tersebut bertujuan untuk mengindentifikasi keberadaan gajah terutama akar konflik yang terjadi antara manusia dan gajah di desa tersebut.

“Kami merasakan adanya konflik antara manusia dan gajah ini.

BACA JUGA:Terapkan Budaya Keselamatan di Lingkungan Kerja, PHE Grup Raih Penghargaan WISCA – WPSCA

BACA JUGA:Puskass Pelajari Akar Konflik antara Gajah dan Manusia di OKI, Ini Hasilnya

Yang utama adalah habitat gajah diusik oleh manusia itu sendiri.

Gajah seperti diketahui memiliki jelajah edar yang bersifat siklus.

Berdasarkan pendapat masyarakat tersebut wilayah edar gajah tidak sengaja telah diganggu sehingga gajah masuk dan terkadang juga mengamuk di permukiman warga,” terangnya.

Namun, ada hal yang menarik dari penuturan warga.

BACA JUGA:Komitmen Zero Emisi, PHE Dalami Potensi Eksplorasi Geologic Hydrogen di Indonesia

BACA JUGA:Ini Agenda Shin Tae-yong Selanjutnya Usai Timnas Indonesia Gagal ke Olimpiade 2024

Diketahui jika dahulu masyarakat menghalau gajah cukup dengan kata-kata simbah ojo mlebuh niki rumah cucumu atau mbak tinggali makan untuk cucumu, maka gajah akan segera pergi.

“Tapi sekarang ini untuk menghalau gajah tersebut, harus dengan berbagai cara dan berganti strategi.

Seperti mengusir harus pakai tetabuan kaleng kemudian bulan berikutnya perlu menggunakan suara petasan/percon demikian seterusnya,” terang Ali Goik.

Sementara itu, anggota tim Puskas Sumsel lainnya Vebri Al-Lintani juga menjelaskan berdasarkan informasi yang didapat dari masyarakat, pada masa lalu ada harmonisasi antara kehidupan gajah dan manusia di provinsi ini.

BACA JUGA:PPDB Berjalan Serentak, Disdik Sumsel Pastikan Tak Ada Jual Beli Bangku

BACA JUGA:Lowongan Kerja PT Astra International Tbk Melalui Astra Graduate Program 2024 Batch 13 Ini Cara Daftarnya

“Gajah itu hewan yang cerdas, dan akan merasa terganggu kalau diusik. Tokoh Si Dasir dalam tradisi lisan Sumsel, contohnya. Si Dasir mati karena mengusik gajah. Selain itu, dalam sejarah Raja Sriwijaya, Shih-Ling-Chia dikatakan menaiki gajah jika melakukan perjalanan jauh,” tutur Vebri.

Ini artinya, sudah sejak lama gajah di Palembang sudah menduung kehidupan di Sumsel. Bukan berkonflik seperti dikeluhkan masyarakat sekarang ini

“Jika ada konflik antara manusia dengan gajah, maka harus dicari solusi budayanya yang pas,” ujar Vebri.

Tim Puskas Sumsel melalui kajian guna berupaya mencari akar masalah gajah yang sering mengamuk sehingga menjadi persoalan di tengah pemukiman masyarakat Air Sugihan.

Oleh karena itulah, Tim Puskas Sumsel melakukan kajian untuk mencari akar konfliknya sekaligus juga berbagai kearifan lokal tentang gajah di Palembang. Sehingga dapat dilakukan saran-saran dalam penanganan konflik gajah di daerah Air Sugihan.

“Sejak awal Maret 2024 kami telah mengumpulkan berbagai dokumentasi tentang gajah Palembang. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan studi lapangan, serta melakukan wawancara dengan ahli dan masyarakat awam tentang gajah ini,” terang Vebri.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: