Honda

Apa Sih Beda Solo dan Surakarta? Simak Penjelasan Ini Berdasarkan Sejarah

Apa Sih Beda Solo dan Surakarta? Simak Penjelasan Ini Berdasarkan Sejarah

Publik masih menganggap berbeda antara Solo dan Surakarta. Berikut ini penjelasannya berdasarkan sejarah. - SETDA Kota Surakarta-

PALPRES.COM - Masih banyak masyarakat Indonesia yang bingung membedakan sebutan Solo dan Surakarta

Terlebih membedakannya dalam penulisan dan pelafalan sehari-hari. 

Masih sering dijumpai di media sosial, Solo dan Surakarta ditulis dengan berbeda. 

Berikut ini penjelasannya berdasarkan sejarah. 

BACA JUGA:Asal Usul Nama Plaju, Ternyata Bukan dari Nama Tempat Apalagi Orang Tapi...

BACA JUGA:SIMAK! Ini 4 Koleksi Benda Bernilai Sejarah di Museum Perjuangan Subkoss Garuda Sriwijaya Lubuklinggau

Menurut Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Prof. Warto menerangkan, mulanya Solo bernama 'Sala'. 

Itu adalah nama sebuah desa yang dipimpin oleh seorang kiai bernama Ki Gede Sala atau biasa disebut Kiai Sala.

Desa ini kemudian didatangi orang-orang Belanda.

Orang-orang dari Eropa ini rupanya kesulitan melafalkan Sala. 

BACA JUGA:Bukan Pasar Biasa, Inilah Asal Usul Pasar 16 Ilir Palembang, Ternyata Sudah Ada Sejak...

BACA JUGA:Mengulik Desa Jenggolo di Malang Selatan, Tersimpan Kisah Pecahnya Kerajaan Kediri

Berubahlah huruf a jadi o dan mengubah nama daerah tersebut dari Sala menjadi Solo.

"Huruf Jawa ‘o’ dan ‘a’ punya perbedaan yang sangat penting. Kalau Sala ditulis dengan huruf Jawa nglegena atau telanjang. Kalau di-taling-tarung jadi ‘o’ makanya So–lo gitu. Dan, alasannya Sala jadi Solo karena orang Belanda susah ngomong Sala,” kata Prof. Warto dilansir dari laman resmi UNS, pada Senin 3 Juni 2024.

Desa Solo memiliki sejarah yang panjang.

Awalnya merupakan desa perdikan dan kemudian berubah menjadi pusat kerajaan dengan berdirinya Keraton Surakarta Hadiningrat.

BACA JUGA:Kisah Baldwin IV, Raja Kusta Bertopeng dari Yerusalem

Pemilihan Desa Solo sebagai lokasi baru keraton didasarkan pada pertimbangan Tumenggung Hanggawangsa, Tumenggung Mangkuyudha, dan J.A.B. van Hohendorff usai Keraton Kartasura hancur akibat Geger Pecinan.

Itu adalah peristiwa pemberontakan pada tahun 1740 yang berakibat hancurnya Keraton Kartasura.

Walaupun Keraton Kartasura berhasil direbut kembali, namun Pakubuwana II yang kala itu masih berkuasa menganggap lokasi keraton sudah kehilangan 'kesuciannya'.

Ia pun memindahkan pusat kerajaan ke lokasi yang baru.

Dipilihlah Desa Solo sebagai lokasi baru keraton.

“Itu nama yang punya sejarah panjang. Jadi, Kota Solo yang sekarang kita kenal itu kan awalnya dari sebuah perpindahan kerajaan dari Kartosuro ke Surakarta tahun 1745,” katanya menjelaskan.

Sayangnya, kejayaan kerajaan tersebut kian menurun. 

Bahkan, pada tahun 1757 berdiri sebuah kerajaan lain dari Mangkunegoro di pusat Solo, seperti disebutkan pada laman Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta.

Alih-alih bertempur, para bangsawan justru bersaing dalam hal kesenian dan budaya kerajaan. 

Hal ini terbukti dari paviliun gamelan yang jadi arena persaingan, masing-masing kerajaan saling berkompetisi.

 

Surakarta

Nama Solo kemudian berubah jadi Surakarta seiring perjalanan waktu. 

Nama inilah yang jadi nama resmi kota. 

Jadi penulisan yang benar Kota Surakarta.

Tapi memang kota ini populer dengan sebutan Solo di masyarakat. 

Walaupun nama resminya adalah Kota Surakarta. 

“Perbedaan istilah nggak mengubah substansi, ya tetap sama,” pungkas Prof. Warto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: