Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Keempat)

Selasa 12-07-2022,11:14 WIB
Reporter : Dudy Oskandar
Editor : Tom

Hanya mereka yang tidur pada malam hari di atas geladak tetap bertahan. Bahkan para wanita tidur di atas geladak tanpa mengenakan busana, karena suhu di dalam kabin luar biasa panas.

BACA JUGA: Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Ketujuh)

Enam hari di Laut Merah itu merupakan persiapan yang baik bagi seseorang yang akan berangkat ke Hindia Belanda: ia bahkan merasakan suhu panas di Batavia lebih nyaman apabila ia sudah merasakan Laut Merah.

Apabila terjemahan Mattheus oleh Klinkert sudah diterbitkan, apakah Anda bisa mengirimkan terjemahan itu kepada saya.

Tolong sampaikan kepada Tuan Niermann untuk mengirimkan buku bacaan dalam bahasa Melayu, apabila beliau sudah selesai membacanya.

BACA JUGA: Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Keenam)

Catatan

Tempat penyimpanan surat: Arsip NBG (Lembaga Alkitab Belanda), file 233. Sebuah salinan yang dibuat oleh Sekretaris NBG Van Leeuwen terdapat dalam koleksi KITLV, H722.

Setelah menyampaikan salam perpisahan secara resmi saat rapat pengurus NBG, 8 April 1868, di mana pada kesempatan ini, ketua J. Messchert van Vollenhoven menyampaikan pesan dan doa untuk kelancaran perjalanan Van der Tuuk ke Bali dan kesuksesannya dalam mengerjakan tugas yang telah menantinya, akhirnya Van der Tuuk berangkat dari Amsterdam. Setelah berkeliling di Roma dan Florence, pada Mei 1868 Van der Tuuk berangkat dengan kapal ke Hindia Belanda.

Pada 23 Juli, Van der Tuuk tiba di Batavia. Kedatangannya di Batavia dengan selamat diumumkan dalam rapat pengurus NBG tanggal 14 Oktober 1868.

1. Pada Juli 1868 terjadi pemberontakan oleh sebagian penduduk daerah Buleleng, yang sejak 1855 berada di bawah kekuasaan Belanda, dan Ibu Kota Singaraja pun terancam.

BACA JUGA:Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Kelima)

Penyulutnya adalah Ida Made Rai, mantan kepala daerah Banjar (20 km sebelah barat Singaraja), yang terletak di wilayah Buleleng.

Akibat tindakannya yang sewenang-wenang, pada tahun 50-an Ida Made Rai dibuang dalam pengasingan di Jawa.
Tetapi ketika penerusnya meninggal dunia pada 1864, ia kembali ke Banjar.

Ia memanfaatkan ketidakpuasan penduduk terhadap kepala daerah yang baru agar dirinya ditunjuk kembali.

Sebagai reaksi atas pemberontakan yang terjadi pada Juli 1868 akibat peristiwa tersebut, pada pertengahan September 1868 diadakan sebuah ekspedisi militer dan Kota Singaraja pun diduduki.

Kategori :