PALEMBANG, PALPRES.COM - Budayawan Sumatera Selatan (Sumsel), Mirza Indah Dewi menilai, laquer di Palembang mulai berkembang seiring semakin besarnya pengaruh Tiongkok ke Palembang pada masa Dinasti Ming. Saat itu, Palembang menjadi kota berpenduduk Tiongkok terbesar di Selatan sejak masa dinasti Ming.
"Sejak itulah mulai berkembang laquer di Palembang dengan berbagai bentuk seperti kubistis, silindris, bebas, kerucut dan piramid, bulat atau bola," terangnya.
Di dalam setiap ragamnya, sambung Mirza, laquer memiliki nilai filosofi yang mencerminkan kehidupan dan kekuasaan. Tentu saja, ragam ini tidak terlepas dari pengaruh Tingkok.
Berikut ini ragam Laquer yang dipaparkan Mirza Indah Dewi saat menjadi narasumber dalam workshop laquer yang diselenggarakan Badan Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Sumatera Barat di Istana Adat Kesultanan Palembang Darussalam.
BACA JUGA:BPNB Sumbar Gelar Workshop Laquer di Istana Adat, Pesertanya Siswa dan Mahasiswa
1. Ragam Hias Fauna Naga
Dalam kebudayaan Tionghoa naga melambangkan kebenaran, keberuntungan, kebaikan, kekuatan dan kemakmuran.
- Simbol naga pada bangunan: menjadi penjaga.
- Simbol naga pada atap: sebagai penangkal petir.
- Naga pada jembatan: penangkal banjir.
- Fisik naga merupakan gabungan kepala kuda, tanduk rusa, cakar rajawali, ekor singa, badan ular, sisik zirah berwarna keemasan.
BACA JUGA:Kenalkan Laquer, Sultan Fauwaz: SMB II Sangat Senang Berkesenian
- Naga dapat berjalan di darat, berenang di air, terbang di angkasa dan sangat sakti.
"Raja menjadikan naga sebagai lambang kekuasaan dan martabat. Sementara rakyat menjadikan naga sebagai lambang moral dan kekuatan," jelas Mirza.
2. Ragam Hias Qilin
Qilin memiliki tubuh rusa diselubungi sisik zirah emas; kepala memiliki tanduk panjang, ada gumpalan daging; memiliki kaki kuda, ekornya serupa dengan ekor sapi. Qilin menyimbolkan mahluk yang memiliki sifat moral baik, kemunculannya bersamaan dengan datangnya orang bijak.