PALEMBANG, PALPRES.COM – Bidar (Biduk Lancar) merupakan peninggalan budaya pada masa kerajaan Sriwijaya.
Biasanya dipakai sebagai alat untuk patroli disepanjang Sungai Musi.
Pada awalnya, banyak tentara kerjaaan yang menggunakan perahu karena Sriwijaya dikelilingi banyak laut.
Saat itu namanya masih Perahu Pencalang atau perahu patroli.
BACA JUGA: Lomba Bidar Mini Cara Warga OKI Rayakan HUT RI dan Jaga Tradisi
Lalu seiring berjalannya waktu dan memakan banyak proses, barulah kemudian menjadi sebuah tradisi yang disebut bidar.
Dulu perahu tersebut dikendarai oleh satu orang, setelah menjadi bidar barulah bisa ditumpangi oleh banyak orang.
Bidar merupakan tradisi perlombaan yang sering dilaksanakan pada peringatan HUT RI setiap tahunnya.
Awal perlombaan bidar, berasal dari cerita Palembang di zaman dulu tentang legenda Putri Dayang Merindu.
BACA JUGA:Pemprov Sumsel Sukses Gelar Lomba Bidar, Ini Komentar Sejarawan Palembang
Putri Dayang Merindu adalah seorang putri cantik jelita yang diperebutkan oleh dua orang pria.
Kemudian untuk menentuan siapakah yang berhak mendapatkan si putri, diadakanlah perlombaan bidar tersebut.
Akhir cerita, tidak ada yang menang karena kedua pria itu tewas terbalik kapal.
Kemudian, sang putri juga ikut mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
BACA JUGA: SMB IV Dukung Upaya Pemerintah Lestarikan Lomba Bidar di Palembang