3. Puyang Leby (Pengulu Abd. Kohar) di Pulau Panggung
4. Puyang Nakanadin, Puyang Skin Mande (Sang Diwe), Puyang Raden Singe (asal Majapahit) dan Puyang Mas Pangeran Bonang di Muara Tenang
5. Puyang Rabbushshamad dan Puyang Regan Bumi di Tanjung Raya
6. Puyang Same Wali di Tanjung Tiga
7. Puyang Tuan Kecik (Rebiah Sakti) di Tanjung Laut
8. Puyang Raden Walet di Aremantai (Muara Enim)
BACA JUGA:3 Daerah Paling Kaya di Sumatera Selatan, Nomor 1 Mencapai Rp115 Juta per Tahun
9. Puyang Rene di Pulau Panggung dari Jepara (Tahun 1800 M)
Puyang dalam istilah semende bukan hanya sebutan untuk orangtua buyut. Tapi juga sebutan untuk orang yang dituakan dan wali/Ulama.
Hal ini sekaligus membuktikan bahwa ajaran islam (Tauhid dan Syariat), adat istiadat ( kebudayaan Islam) sudah sejak lama dikenal oleh Jeme Semende.
Memang suku ini sangat jarang dibincangkan, bahkan keturun semende di era modern ini juga sudah banyak yang tidak tau dengan sejarahnya. Mengapa? Itulah yang harus menjadi perhatian bersama bagi anak keturunan puyang semende.
BACA JUGA:Hore! Tenaga Honorer Tak Jadi Menganggur di 2023, Jalankan Skema Ini
Namun demikian, ketaatan jeme semende beragama Islam dan menjalankan syariatnya telah dimulai sejak masih anak-anak, muda dan tua telah membuktikan adanya pengaruh ajaran islam yang mendalam kepada jeme semende.
Tata cara ibadah mereka pun banyak yang mendalami kekuatan spritual yang diajarkan oleh syekh bermadzhab tharekat. Bukti kuatnya bahawa Puyang Awak (Nurgadin) belajar agama ke aceh dengan Syekh Abdur Rauf Aa-Sinkily dari aceh sinkil, yang merupakan guru tarekat Satariyah.
Demikian juga di era berdirinya organisasi keislaman, orang-orang semende sangat cocok dan nyaman dengan tatacara ibadah yang diajarkan oleh syekh Hasyim Asy'ari (Nahdhatul Ulama).