PALPRES.COM - Kota Pagar Alam menjadi sorotan dengan kehadiran Tradisi Mandi Pusake yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan spiritual masyarakat setempat.
Namun, di balik keindahan dan kekayaan budaya yang terpancar dari ritual ini, masyarakat juga diingatkan untuk tetap waspada terhadap aspek-aspek yang sensitif.
Tradisi Mandi Pusake di Kota Pagar Alam membawa jejak spiritual yang dalam, mengingatkan kita akan hubungan yang kuat dengan nenek moyang dan tradisi leluhur.
Berbeda dengan tradisi serupa di daerah lain, Mandi Pusake di sini tidak hanya terikat pada tanggal 1 Muharram seperti yang umumnya dilakukan di berbagai daerah Nusantara.
Mandi Pusake dilakukan atas petunjuk yang dianggap sakral, dengan panduan dari Jurai Tue atau tetua adat di suatu dusun.
Pusaka-pusaka seperti Keris, Siwar, dan Tombak (Balau) dijaga dengan ketat, memperlihatkan nilai historis dan keberadaan spiritual yang mendalam bagi masyarakat setempat.
Tidak hanya dilakukan pada malam hari, Mandi Pusake di Pagar Alam seringkali diselenggarakan di siang hari dan menjadi tontonan bagi khalayak ramai.
Ritual ini memerlukan persiapan khusus, termasuk media tempat pemandian seperti piring putih yang panjang, bambu, berbagai macam jenis bunga, jeruk, dan arang.
BACA JUGA:7 Tempat Wisata Budaya di Sumba yang Wajib Dikunjungi, Banyak Rumah Adat dengan View Alam Luar Biasa
Namun demikian, kekhususan ritual ini juga mengharuskan masyarakat untuk tetap waspada.
Beberapa pusaka tidak boleh dilihat atau dibuka oleh sembarang orang, karena diyakini dapat menyebabkan penyakit atau kesurupan.
Begitu pula, ada benda-benda pusaka yang tidak boleh dibayangi, menambahkan lapisan misteri dalam pelaksanaan Mandi Pusake.