PALPRES.COM - Di balik gemerlapnya perkotaan, tersembunyi sebuah tradisi yang tidak hanya menjaga warisan budaya, tetapi juga merangkul kehangatan dan kekayaan kekeluargaan.
Tradisi Ngicau Juadah, yang khas di Kota Prabumulih, menjadi cermin dari kehangatan dan kekompakan masyarakat setempat.
Ngicau Juadah bukanlah sekadar ritual makan bersama, tetapi sebuah momen yang mengikat erat hubungan sosial antarwarga.
Mengutip dari website Giwang Sumsel, Ngicau Juadah secara harfiah berarti "berbicara sambil menikmati hidangan", merupakan sebuah praktik yang telah menjadi bagian penting dari budaya lokal.
Dodol, makanan khas dari daerah Prabumulih, menjadi ikon dalam tradisi Ngicau Juadah.
Karena dodol tidak hanya sekadar makanan lezat, tetapi juga memiliki makna simbolis yang dalam dalam berbagai upacara adat, seperti sedekah bedusun, khitanan, dan perkawinan.
Mengingat, di setiap acara adat, seperti pernikahan, khitanan, dan sedekah bedusun, dodol selalu menjadi sajian utama yang disajikan.
Ngicau Juadah bukan hanya soal makanan, tetapi juga tentang menguatkan hubungan sosial dan kekeluargaan.
BACA JUGA:Seberapa Dekat Kolak Dengan Kebudayaan Indonesia?, Cek Disini Sejarahnya!
Misalnya, dalam acara pernikahan, Ngicau Juadah dilakukan oleh pihak laki-laki yang akan melangsungkan lamaran, biasanya 3 hari sebelum acara lamaran tersebut dilangsungkan.
Sementara itu, dalam acara khitanan, Ngicau Juadah menjadi bagian dari persiapan untuk balek adun sedekah.
Hidangan dodol disajikan 2 hari sebelum acara balek adun sedekah berlangsung.