Lalu untuk struktur demografi yang lebih muda dibandingkan dengan China dan Jepang, misalnya dilihat dari indikator OADR yang saat ini berada di level 10,7, apa yang dapat dipelajari Indonesia dari kebijakan menaikkan usia pensiun wajib yang ditempuh oleh dua negara tersebut? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, kita perlu melihat seperti apa struktur demografi Indonesia ke depan.
Indonesia akan menyamai level OADR China saat ini, yaitu 21,2 persen antara 2041 dan 2042 serta tidak akan menyamai level Jepang saat ini, yaitu 50,7 persen hingga 2100 mengingat pada tahun tersebut OADR Indonesia diperkirakan hanya akan mencapai 43,5 persen.
BACA JUGA:Inilah 5 Mobil Bekas Paling Dicari Tahun 2024 dengan Harga Mulai Rp 30 Jutaan
BACA JUGA:Beberapa Fakta Mencengangkan Serangan Rudal Balistik Iran ke Israel
Dengan struktur demograsi yang relatif jauh lebih muda dibandingkan China dan Jepang, menjadi pertanyaan selanjutnya apakah Indonesia telah menghadapi urgensi yang serupa untuk menaikkan usia pensiun wajib.
Jawaban untuk pertanyaan tersebut tentu saja belum. Justru, Indonesia saat ini masih dalam periode awal dari bonus demografi (demographic dividend).
Dengan menerapkan threshold OADR sebesar 22,7 yang disarankan oleh IMF dalam Honda dan Miyamoto (2009) untuk mengklasifikasikan suatu negara telah memasuki aging population, Indonesia baru akan memasuki periode tersebut pada 2050 dengan OADR akan mencapai 23,1 persen.
BACA JUGA:Anak Lolos Bintara Polri Jalur Disabilitas, Serka Hendri: Terima Kasih Kapolri
BACA JUGA:Beberapa Fakta Mencengangkan Serangan Rudal Balistik Iran ke Israel
Hal ini tentu menjadi kabar baik mengingat masih panjangnya waktu yang dimiliki Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi aging population, sekaligus pada saat bersamaan mengoptimalkan manfaat dari periode bonus demografi. Periode bonus demografi yang ditandai dengan peningkatan supply tenaga kerja ke dalam perekonomian sebagai dampak dari melimpahnya jumlah penduduk usia kerja dapat dioptimalkan dengan mendorong pembukaan lapangan kerja secara luas dan penguatan keterampilan agar tenaga kerja menjadi lebih berkualitas dan produktif.
Sehingga Lalu upaya ada periode bonus demografi, jumlah dependant menjadi lebih kecil dibanding penduduk usia kerja sehingga personal saving dari penduduk usia kerja berpotensi untuk terakumulasi dengan cepat dan menjadi modal penting untuk menstimulasi perekonomian.
Sehingga Tentunya diperlukan strategi kebijakan untuk mendorong peningkatan investasi sehingga saving tersebut dapat bergulir ke sektor riil.
Lalu Pada saat bersamaan, penting untuk merumuskan dan mendesain berbagai strategi kebijakan sebagai langkah antisipasi periode aging population pasca periode bonus demografi, salah satunya dengan peningkatan coverage dan partisipasi masyarakat pada program pensiun.
BACA JUGA:Nongkrong Makin Asyik! Inilah 5 Kafe Estetik di Jakarta dengan View Gedung Pencakar Langit
BACA JUGA:Oknum Aparat di Empat Lawang Dipecat Dikarenakan Terlibat Kasus Narkoba Berulang-ulang
Kebijakan untuk mendorong perluasan kepesertaan pensiun masyarakat ini secara umum telah terefleksi pada berbagai pengaturan terkait dengan sistem pensiun Indonesia dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) dan nantinya dalam berbagai peraturan pelaksanaan Undang-undang tersebut yang saat ini tengah disusun oleh Pemerintah bersama stakeholders terkait.