Honda

5 Peristiwa Bersejarah di Lapangan Merdeka Kota Lubuklinggau, Pernah Digunakan Belanda Sebagai City Square

5 Peristiwa Bersejarah di Lapangan Merdeka Kota Lubuklinggau,  Pernah Digunakan Belanda Sebagai City Square

Lapangan Merdeka Kota Lubuklinggau kini lebih dikenal dengan Taman Kurma--

LUBUKLINGGAU, PALPRES.COM- Salah satu tempat bersejarah dalam rangka memperjuangkan Kemerdekaan Republik Indonesia oleh para pejuang di Kota Lubuklkinggau, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) adalah Lapangan Merdeka.

keberadaan Lapangan Merdeka hingga kini masih dapat ditemui, tapi sudah berubah nama menjadi Taman Kurma, karena dijadikan satu kesatuan dengan Masjid Agung Assalam yang berada persis disampingnya. 

Berlian Susatyo, salah satu penggiat sejarah di Kota Lubuklinggau dalam bukunya 'Sejarah Lubuklinggau Dari Masa Kolonial Hingga Kemerdekaan' menyebutkan, setidaknya ada 5 peristiwa bersejarah yang pernah terajadi di Lapangan Merdeka, Kota Lubuklinggau.

Adapun 5 peristiwa bersejarah tersebut adalah; 

1. Lapangan Merdeka sebagai Alun-Alun Kota (City Square)

Berdasarkan catatan sejarah, lapangan merdeka ini dulunya bernama City Square (alun-alun kota) pada saat Lubuklinggau menjadi ibukota pemerintahan Onder Afdeeling Moesi Oeloe dari tahun 1934 – 1942 oleh pemerintahan kolonial Hindia Belanda.

Semua bangunan infrastruktur pendukung pemerintahan antara lain seperti gedung-gedung perkantoran berada di sekeliling City Square termasuk rumah dinas jabatan controleur sebagai kepala pemerintahan masa Onder Afdeeling Moesi Oeloe (sekarang menjadi gedung Museum Subkoss).

Letaknya sangat strategis karena berada ditengah-tengah pusat kota, sehingga segala pusat pemerintahan dilakukan di sekitar City Square ini.

Berlanjut pada tahun 1942, Belanda menyerah kalah atas perang terhadap Jepang sehingga disepakati dengan perjanjian Kalijati di Subang, Jawa Barat, maka isi dari perjanjian tersebut ialah Belanda harus menyerahkan wilayah jajahannya kepada Jepang, praktis wilayah jajahan Belanda diambil alih oleh Jepang termasuk Lubuklinggau.

Semua bangunan gedung perkantoran yang pernah digunakan Belanda diambil alih Jepang, dan City Square (alun-alun kota) menjadi pusat kegiatan latihan-latihan militer Jepang untuk pemuda-pemuda dari Lubuklinggau 

2. Lapangan Merdeka sebagai Tempat Pengibaran Pertama Bendera Merah Putih 

Berita tentang proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 baru sampai ke daerah-daerah di Indonesia beberapa hari kemudian. Dapat dimaklumi karena alat komunikasi waktu itu masih dikuasai pihak Jepang, di Lubuklinggau sendiri baru dapat diterima tanggal 19 Agustus 1945.

Bunshu-tyo Dairi (Wakil Bupati Jepang), yaitu Raden Ahmad Abusamah pada sore harinya juga mendengar berita yang sangat penting tersebut, sosok Raden Ahmad Abusamah yang didukung oleh rakyat dan pemuda pejuang pada sore hari itu di kediamannya di Talang Bandung Kiri telah berkumpul dan mendesak agar Bunshu-tyo Swada menyerahkan kekuasaan kepada bangsa Indonesia dari tangan Jepang.

Pengambilalihan kekuasaan ini berhasil dilakukan oleh atas nama pemerintahan RI untuk wilayah Bunshu Musikami Rawas, kemudian berubah namanya menjadi Kabupaten Musi Ulu Rawas. Para warga masyarakat menyambutnya dengan penuh semangat dan kegembiraan.

Atas nama pemerintahan Kabupaten Musi Ulu Rawas, bendera Merah Putih dikibarkan di City Square (alun-alun kota) untuk pertama kalinya. Sehingga city square ini dikenal oleh masyarakat Lubuklinggau sebagai Lapangan Merdeka. 

Kemudian warga juga mengibarkan bendera merah putih di depan rumah-rumah mereka, kemudian warga dan anak-anak berteriak ‘merdeka’ sambil berlari-larian.

3. Lapangan Merdeka sebagai Tempat Pembentukan TNI

Memasuki masa revolusi fisik kemerdekaan, status Lubuklinggau sangat penting karena menjadi pusat kedudukan militer Divisi VIII/Garuda untuk wilayah Sumatera bagian Selatan yang mencakup Palembang, Bengkulu, Djambi dan Lampung. Setelah pemerintahan RI menyatakan untuk menyatukan seluruh unsur militer antara lain Tentara Rakyat Indonesia (TRI) dan Laskar Rakyat sehingga hanya ada satu kesatuan saja yakni Tentara Nasional Indonesia.

Alhasil, seluruh unsur  TRI dan Laskar Rakyat dalam Divisi VIII/Garuda di Sumatera Selatan menjadi Tentara Nasional Indonesia, diantaranya: (1). Laskar Napindo, Pesindo, dan KRIS dengan unsur TRI menjadi Batalyon 36 dikomandani oleh Kapten Abi Hasan Said pada Oktober 1947; (2). Laskar Hizbullah dengan unsur TRI dilebur menjadi Batalyon 38 dikomandani oleh Kapten A. Baidjuri pada November 1947. Semua kegiatan penyatuan TRI dan Laskar menjadi TNI ini dilakukan di Lapangan Merdeka, Kolonel Maludin Simbolon selaku Panglima Divisi VIII/Garuda yang melantik mereka.

4. Lapangan Merdeka sebagai Tempat Serah Terima Kedaulatan

Melalui serangkaian perjuangan fisik bersenjata dan diplomasi, antara lain terjadi peristiwa Agresi Militer Belanda I tahun 1947 diakhiri dengan perundingan Renville, dan juga Agresi Militer Belanda II tahun 1948 yang diakhiri dengan perundingan Konferensi Meja Bundar yang memaksa Belanda menyerahkan kedaulatan Republik Indonesia pada tanggal 27 Desember 1949 yang ditandatangani di Den Haag, Belanda. 

Setelah penyerahan kedaulatan yang berlangsung di Den Haag dan juga di Jakarta, kemudian disusul dengan acara yang serupa di daerahdaerah de facto Republik Indonesia yang diduduki Belanda. Dan Lubuklinggau yang dikuasai Belanda juga terjadi penyerahan kedaulatan untuk wilayah Kawedanan Musi Ulu di bawah pemerintahan Kabupaten Musi Ulu Rawas dari pihak Belanda kepada pihak Republik yang diwakili Letkol Bambang Utoyo, Residen Abdul Rozak, Bupati Adjis, Kapten AR. Saroingsong, dan pejabat sipil militer lainnya yang dilaksanakan pada tanggal 30 desember 1949 di Lapangan Merdeka, Lubuklinggau.

5. Lapangan Merdeka sebagai Tempat Reuni Veteran Pejuang Kemerdekaan 

Setelah melalui berbagai peristiwa di masa perjuangan revolusi fisik kemerdekaan dari tahun 1945 – 1949, maka para pejuang-pejuang yang pernah tergabung dalam kesatuan militer SUBKOSS (Sub Komandemen Sumatera Selatan) melaksanakan kegiatan reuni dan napak tilas perjuangan daerah Sumatera Selatan di Lubuklinggau dari tanggal 14 – 15 Januari 1988.

Kegiatan reuni dan napak tilas ini dihadiri oleh Menteri Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia yakni Bapak H. Alamsyah Ratu Prawiranegara beserta veteran SUBKOSS lainnya antara lain Maludin Simbolon, Ibnu Sutowo, Abi Hasan Said, Yahya Bahar, dan lain sebagainya. Kegiatan ini dilaksanakan di Lapangan Merdeka, selanjutnya dilakukan upacara peresmian Museum Perjuangan Subkoss Garuda Sriwijaya yang letaknya berada di kawasan lapangan merdeka ini. (frs)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: