Honda

Animator Indonesia Terlibat Dalam Proses Produksi Film 'Kingdom of the Planet of the Apes'

Animator Indonesia Terlibat Dalam Proses Produksi Film 'Kingdom of the Planet of the Apes'

Animator Indonesia Sashya Subono Halse Terlibat Dalam Proses Produksi Film Kingdom of the planet of the Apes. --

PALPRES.COM- Animator Indonesia Terlibat Dalam Proses Produksi Film Kingdom of the Planet of the Apes

Di bulan Mei ini, franchise legendaris yang telah dinanti penggemar kembali dengan kisah terbarunya lewat “Kingdom of the Planet of the Apes”.

Melanjutkan kesuksesan dari film-film sebelumnya, “Kingdom of the Planet of the Apes” disebut sebagai pembuka era baru dalam kisah ikonik ini. Disutradarai oleh Wes Ball, “Kingdom of the Planet of the Apes” dibintangi oleh Owen Teague, Freya Allan, Kevin Durand, Peter Macon, dan William H. Macy. “Kingdom of the Planet of the Apes” dapat disaksikan di bioskop-bioskop favorit penggemar. 

Berlatar beberapa dekade setelah masa kepemimpinan Caesar, di mana manusia hidup dalam bayang-bayang dan spesies kera harus berhadapan dengan pemimpin tirani yang berupaya untuk membangun kerajaan barunya.

Sesosok kera muda bernama Noa yang berasal dari klan Eagle harus mengarungi sebuah petualangan berbahaya yang akan membuatnya mempertanyakan kembali masa lalu yang ia ketahui, serta membuat keputusan penting yang akan mempengaruhi kehidupan manusia dan kera kedepannya.

BACA JUGA:Rekomendasi 5 Film India Penuh Bawang yang Menyentuh Jiwa dan Menguras Emosi, Diantaranya Banjir Penghargaan

BACA JUGA:Ini 4 Rekomendasi Film Drama Cina Terbaik yang Wajib di Tonton, Drakor Skip Dulu!

Selain menampilkan cerita perjalanan yang penuh aksi dan berbeda dari trilogi sebelumnya, “Kingdom of the Planet of the Apes” juga menyimpan banyak kisah unik yang patut diketahui para penggemar: 

Sutradara Visioner Memimpin Era Baru “Kingdom of the Planet of the Apes”

Penggarapan “Kingdom of the Planet of the Apes” dipimpin oleh Wes Ball, seorang sutradara visioner yang mulai dikenal pada tahun 2014 lewat franchise film populernya,“The Maze Runner”, yang meraup lebih dari US$348 juta secara global.

Wes Ball juga menyutradarai “Maze Runner: The Scorch Trials” dan “Maze Runner: The Death Cure” pada tahun 2015 dan 2018.

Trilogi ini telah mendapatkan hampir US$1 juta di box office. 

BACA JUGA:Catat Tanggalnya, Film Animasi Live-Action Ryan Renolds ‘IF: Imaginary Friends’ Segera Tayang di Bioskop

BACA JUGA:5 Rekomendasi Film Kartun Terbaik Sepanjang Masa, Anak Tahun 2000an Wajib Nonton

Pada tahun 2019, ia pertama kali ditawarkan tentang kemungkinan menghidupkan kembali franchise ikonik, tetapi awalnya dia tidak tertarik.

Namun, satu minggu setelahnya, sebuah konsep yang sangat menarik muncul dibenaknya.

Cerita yang menurutnya sangat menarik ini berlatar ratusan tahun setelah kematian Caesar di akhir “War for the Planet of the Apes” dan merupakan kisah dengan petualangan yang lebih kompleks.

 “Konsep ini bercerita tentang sesosok kera muda yang naif dan tidak tahu apa-apa tentang dunia luar, di mana Caesar telah menjadi legenda. Jika tiga film terakhir bisa diumpamakan sebagai zaman batu para kera, sekarang mereka telah memasuki zaman perunggu. Kita bisa melihat budaya berkembang di dalam berbagai klan. Kita juga bisa melihat apa yang terjadi pada dunia yang ditinggalkan dan yang tersisa semenjak perginya manusia,"kata Wes Ball.

BACA JUGA:5 Rekomendasi Film Action Terbaik Bisa Ditonton di Netflix, Lengkap Dengan Pesan Moralnya

BACA JUGA:Ini Dia Kampus di Indonesia yang Pernah Menjadi Lokasi untuk Syuting Film

Setelah mendatangi eksekutif di 20th Century Studios dengan ide tersebut, Ball bertemu dengan Rick Jaffa dan Amanda Silver, yang menciptakan trilogi Caesar dan menulis naskah untuk "Avatar: The Way of Water," untuk menjadi produser pada film baru ini.

Film ini memperkenalkan karakter dan alur cerita baru, tetapi bagi penggemar franchise ini, banyak sekali referensi tentang Caesar, yang disebut Ball sebagai "salah satu protagonis besar dalam sejarah film."

"Caesar ada dalam film baru ini, secara spiritual, melalui segala sesuatu yang terjadi," jelas Ball. "Ide-ide moralitas dan kebaikan hati serta hubungannya dengan manusia—semua itu dieksplorasi sebagai sesuatu yang sudah menjadi mitos, yang saya pikir sangat menarik,"jelasnya.

Animator Indonesia Terlibat Dalam Proses Produksi Film

Teknologi yang digunakan untuk menghidupkan karakter kera dan juga suasana film tersebut dicapai melalui teknologi Performance Capture, berkat para ahli di Wētā FX.

Perusahaan efek visual di Selandia Baru milik pembuat film Peter Jackson telah bekerja pada tiga film sebelumnya dan memainkan peran besar dalam "Kingdom of the Planet of the Apes."

Pekerjaan Wētā FX juga termasuk mengubah aktor manusia menjadi kera secara digital dan membantu menciptakan dunia yang berlatar beberapa ratus tahun dari film sebelumnya yang penggemar sudah saksikan. 

Di dalam tim animator luar biasa ini, salah satunya adalah animator Indonesia yaitu Sashya Subono Halse.

Sashya yang sebelumnya merupakan pengajar di bidang animasi di Indonesia, melanjutkan pendidikannya di Selandia Baru hingga menjadi bagian dari Wētā FX selama lebih dari 4 tahun.

Animator yang berfokus pada Facial Motion Animation ini telah berkontribusi dalam beberapa film ikonik seperti, Guardians of the Galaxy Vol. 3 (2023) dan Avatar: The Way of Water (2022).

BACA JUGA:Rekomendasi 6 Film Terbaik yang Wajib Kamu Tonton saat Sedang Gabut!

Adaptasi Teknologi dari “Avatar: The Way of Water”

Proses produksi “Kingdom of the Planet of the Apes” sangat sulit dari segi teknis dan merupakan pembelajaran besar bagi sutradara Wes Ball.

"Ketrampilan membuat film ini melebihi segala yang pernah saya jalani," katanya.

Salah satu tantangan terbesar adalah penambahan elemen air dalam cerita tersebut.

Ada sejumlah adegan yang memerlukan para kera untuk terlihat basah dan juga berada di dalam air.

Erik Winquist, selaku Visual Effect Supervisor, menangani bagaimana air mengubah penampilan bulu mereka.

Untungnya, Winquist dapat menggabungkan teknologi yang sudah pernah digunakan dalam "Avatar: The Way of Water."

“Dari segi teknologi performance capture, “’Rise of the Planet of the Apes” hadir setelah kami bekerja untuk “Avatar,” kata Winquist.

“Pada film tersebut,  kami membawa teknologi itu ke lokasi di bawah sinar matahari, yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Selama berlangsungnya tiga film itu, teknologi ini semakin maju, menjadi lebih tangguh, dan kami kemudian dapat membawanya ke hujan atau salju seiring perkembangan film-film tersebut,"sambugnya.

BACA JUGA:Ini Keunggulan Kaca Film Solar Gard, Perlindungan Optimal untuk Mobil Listrik

Proses Para Aktor Belajar Menjadi ‘Kera’  Selama 6 Minggu 

Sebelum proses syuting dimulai, para aktor mempelajari karakteristik dan pergerakan kera selama enam minggu, yang dipimpin oleh pelatih gerakan Alain Gauthier.

Gauthier yang sebelumnya seorang atlet, gymnast, dan trampolinist, bersaing secara internasional sebelum menjadi salah satu anggota pendiri Cirque du Soleil yang terkenal di dunia.

Dia tampil dengan perusahaan tersebut hingga pertengahan 1990-an ketika dia beralih ke teater tari eksperimental.

Ketika para pemeran tiba untuk pelatihan, tugas pertama Gauthier adalah membuat mereka sangat sadar akan tubuh mereka.

Dia menyusun serangkaian latihan untuk memperkuat dan mengembangkan jalur saraf baru, memberi mereka alat untuk bergerak layaknya seekor kera.

Gauthier memulai pelatihan dengan lambat, menantang mereka untuk bertindak secara fisik.

“Setelah mereka menguasai format fisik, kami bekerja untuk membuat kepribadian aktor masuk ke dalam kepribadian kera, yang merupakan sesuatu yang membutuhkan pengamatan dari pihak aktor,” jelas Gauthier. “Tugas saya disini adalah untuk memastikan bahwa saya menunjukkan arah yang tepat bagi mereka untuk menjadikan karakter yang mereka ingin ciptakan menjadi indah dilihat.”

Andy Serkis, yang telah menciptakan karakter Caesar di tiga film sebelumnya, diundang sebagai konsultan khusus untuk menyempurnakan suara dan karakterisasi.

Berbagai sesi disiapkan di panggung performance capture di mana Serkis dan para pemeran dapat melihat karakter digital mereka di layar dan melakukan penyesuaian kecil namun penting.

Dalam proses ini, Andy Serkis memberikan situasi untuk para aktor mainkan dan memberi umpan balik yang membuat perbedaan besar untuk karakter - karakter ini. 

Pembangunan Set Asli untuk Pendalaman Karakter

Sutradara Wes Ball ingin sebagian besar aksi berlangsung di set praktis di dunia fisik tetapi tetap dengan bantuan latar yang akan dibuat secara digital dalam beberapa adegan.  

Owen Teague, pemeran Noa berkata,  Set untuk film ini sangat luar biasa.

"Saya ingat saat masuk ke sarang Klan Elang, di mana bagian atas menara kami adalah konstruksi kayu empat lantai atau kayu balok yang diikat bersama, yang begitu detail dan begitu realistis sehingga Anda lupa bahwa tempat itu adalah set. Mereka membangun dunia yang begitu terperinci sehingga membuatnya mudah bagi seorang aktor untuk datang dan menjadi bagian dari cerita tersebut,"ungkap Owen.

Dalam cerita, peradaban dan suku-suku kera telah berevolusi dengan cara mereka sendiri, dan mereka sekarang hidup berdampingan dengan tanah dan satwa liar.

"Sarang Elang adalah tempat kita pertama kali bertemu dengan tiga karakter utama kita, yang sedang melakukan misi tertentu yang pada dasarnya adalah suatu upacara yang melambangkan kedewasaan bagi mereka," jelas Ball. "Elang merupakan bagian besar dari budaya ini, dan mereka memiliki proses di mana mereka pergi keluar, dan mereka mengumpulkan telur elang dan mereka harus membesarkan elang tersebut, yang akan menjadi teman hidup mereka kedepannya. Jadi, bagian dari perjalanan menjadi dewasa bagi karakter-karakter ini adalah menjalani pendakian ini,"terangnya.

Saksikan “Kingdom of the Planet of the Apes" di seluruh bioskop favorit Anda sekarang.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: