Ini Larangan dalam Keadaan Ihram untuk Jemaah Haji Laki-laki dan Perempuan
Ini Larangan dalam Keadaan Ihram untuk Jemaah Haji Laki-laki dan Perempuan--
Selanjutnya, kata Widi, dalam keadaan ihram jemaah haji dilarang menikah, menikahkan atau meminang perempuan untuk dinikahi.
Bersetubuh dan pendahuluannya seperti bercumbu, mencium, merayu yang mendatangkan syahwat.
“Dilarang mencaci, bertengkar atau mengucapkan kata-kata kotor, melakukan kejahatan dan maksiat, dan memakai pakaian yang dicelup dengan bahan yang wangi,” tukasnya.
Ia mengatakan, dalam manasik haji juga dijelaskan hal-hal yang diperbolehkan ketika ihram, yaitu membunuh binatang buas atau yang membahayakan, misalnya kalajengking, ular, anjing buas.
BACA JUGA:PPIH Ingatkan Jemaah Haji Selalu Bawa Identitas Diri saat di Luar Hotel
BACA JUGA:Pergerakan dari Arafah dengan Skema Murur Menyasar 25 Persen Jemaah Haji
“Lalu boleh mandi, menyikat gigi, berbekam, memakai minyak angin, balsem, yang dimaksudkan untuk pengobatan,” ucapnya.
“Jemaah juga diperbolehan memakai kacamata, jam tangan, cincin, ikat pinggang, bernaung di bawah payung, mobil, tenda dan pohon, membuka tangan dan kaki bagi wanita ketika berwudu di tempat wudu perempuan,” sambungnya.
“Kemudian diperbolehkan mencuci dan mengganti kain ihram, menggaruk kepala dan badan, menyembelih binatang ternak yang jinak dan binatang buruan laut dan memakai perhiasan bagi wanita,” ia menambahkan.
Sebelum berihram, untuk selanjutnya menjalani wukuf dan rangkaian puncak haji mendatang.
Jemaah haji, jelas Widi, dapat melakukan sejumlah sunah ihram di antaranya; mandi, memakai wangi-wangian pada tubuhnya, memotong kuku dan merapikan jenggot, rambut ketiak dan rambut kemaluan; memakai kain ihram yang berwarna putih, dan salat sunah ihram dua rakaat.
BACA JUGA:Kloter Terakhir, Seluruh Jemaah Haji Embarkasi Palembang Telah Diberangkatkan ke Tanah Suci
Terkait dengan skema pemberangkatan jemaah dari Arafah ke Muzdalifah, dalam keterangannya Widi mengatakan, pergerakan jemaah haji Indonesia dari Arafah pada Operasional Haji 1445 H/2024 M terbagi dalam dua skema, normal dan murur.
Pola normal adalah sistem Taraddudi (shuttle) yang mengantar jemaah dari Arafah menuju Muzdalifah. Sementara mabit di Muzdalifah dengan cara murur adalah mabit (bermalam) bagi jemaah risti (risiko tinggi), lansia, disabilitas, kursi roda, dan pendampingnya yang dilakukan dengan cara melintas di Muzdalifah, setelah menjalani wukuf di Arafah.
“Jemaah saat melewati kawasan Muzdalifah tetap berada di atas bus (tidak turun dari kendaraan), lalu bus langsung membawa mereka menuju tenda Mina,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: