Honda

Kejari Tetapkan 4 Orang Tersangka Korupsi Pembangunan Kantor DPRD PALI

 Kejari Tetapkan 4 Orang Tersangka Korupsi Pembangunan Kantor DPRD PALI

Salah satu tersangka dugaan Korupsi Pembangunan Kantor DPRD PALI, saat dihadirkan dalam press release Kejari terkait penetapan tersangka dalam kasus tersebut.-Berry-palpres.com

PALI, PALPRES.COM - Kejaksaan Negeri (Kejari) Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) menetapkan empat orang tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pada proyek pembangunan kantor DPRD Kabupaten PALI tahap kedua tahun anggaran 2021.

Pembangunan kantor DPRD PALI itu berlokasi di Talang Kerangan, Kelurahan Talang Ubi Utara, Kecamatan Talang Ubi menggunakan anggaran bersumber dari APBD Kabupaten PALI.

Satu diantara empat tersangka merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial IR, yang saat itu menjabat sebagai PPK di Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Perkim) PALI.

Sedangkan dua orang lainnya berinisial MR dan DR, yang merupakan pihak ketiga dan satu orang lagi berinisial YR yang merupakan konsultan asuransi.

Kepala Kejari PALI, Agung Arifianto SH MH didampingi sejumlah Kepala Seksi (Kasi) di lingkungan Kejari PALI menerangkan, penetapan keempat tersangka telah dilakukan pada hari Rabu dan Kamis (7 dan 8 Desember 2022).

Untuk kerugian negara mencapai angka Rp7 Miliar dengan nilai pekerjaan sebesar Rp36 Miliar," katanya saat menggelar konferensi pers, Jumat, 9 Desember 2022.

Ia menerangkan, saat ini tersangka IR telah dilakukan penahanan di Polres PALI, sedangkan MR ditahan di Lapas Klas II Muara Enim.

Sementara, untuk DN dan YR belum dilakukan penahanan dan akan  dijadwalkan pemanggilan dengan status sebagai tersangka,

"Apabila telah dilakukan pemanggilan selama tiga kali yang bersangkutan tidak mengindahkan, maka akan ditetapkan sebagai DPO dan dilakukan pencekalan," terangnya.

Ia menjelaskan, keempat tersangka terancam dikenakan Pasal 2 dan 3 Undang-undang tentang pidana korupsi.

"Ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara, kami masih mengharapkan para tersangka mengembalikan kerugian negara," tukasnya. 

Untuk diketahui, dugaan tindak pidana korupsi tersebut, dimana  PT Adhi Pramana Mahogra selaku pelaksana kegiatan tidak menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan kontrak dan berhenti saat pekerjaan baru mencapai 2,76 persen.

Padahal penyedia telah melakukan pencairan uang muka sebesar 20 persen dari nilai kontrak yaitu sebesar Rp7.110.534.600, sementara pagu anggaran sebesar Rp36.000.000.000. 

Korupsi Ganti Rugi Tol

Tim Penyidik Pidsus Kejaksaan (Kejati) Sumsel telah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan korupsi ganti rugi pembayaran pembebasan lahan Jalan Tol Pematang Panggang Kayu Agung Kabupaten OKI Seksi ll tahun 2016-2018, Rabu 30 November 2022.  

Adapun ketiga tersangka tersebut diantara yakni Ansilah (47) yang kini masuk Daftar Pencarian Orang (DPO), Pete Subur (48) saat ini menjadi terpidana dalam kasus Narkotika), dan Amancik (Alm) selaku Kades Sridinanti.

Demikian terungkap dalam press release yang dilakukan Khaidirman SH MH didampingi Naim Mullah SH MH dan Kasipenkum Mohd Radyan SH MH.

Dalam penjelasannya, Kasipenkum Mohd Radyan SH MH mengatakan pihaknya sudah menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi ganti rugi pembayaran lahan Jalan Tol Pematang Panggang Kayu Agung Kabupaten OKI seksi ll tahun 2016-2018 dengan total kerugian negara sebesar Rp 5 Miliar.

Kasipenkum Mohd Radyan SH MH juga menjelaskan, bahwa, untuk tersangka atas nama Pete Subur (48) isudah terpidana kasus narkoba dan telah ditahan di Lapas Kayuagung OKI.

Sedangkan untuk tersangka Amacik, mantan Kepala Desa Srinanti OKI, yang sudah meninggal dunia.

Sementara tersangka Ansilah, lanjutnya, masuk dalam daftar pencarian orang (DPO)

Radyan juga menjelaskan, untuk modusnya ketiga tersangka pada tahun 2016-2018 dalam kegiatan pembangunan jalan tol di lokasi.

 “Ketiga tersangka diantaranya memalsukan atau merekayasa surat pengakuan hak (SPH) tanah seolah-olah SPH itu milik hak masing-masing.

Namun menurut Kementrian Pertanahan Republik Indonesia  ternyata di lokasi dilarang diterbitkan SPH, karena menyangkut lahan gambut.

 Artinya secara formal, pemerintah tidak boleh mengeluarkan surat

“Disana mereka melakukan rekayasa surat ini bahwa seolah-olah lahan itu milik mereka,” tukasnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: palpres.com