Pendapatan Negara di Sumsel Naik, Pajak Penghasilan Penyumbang Terbesar

Kamis 30-06-2022,11:46 WIB
Reporter : Sri Devi
Editor : Iqbal DJ

PALEMBANG, PALPRES.COM - Forum ALCo (Asset and Liabillites Committee) Sumatera Selatan (Sumsel) yang beranggota seluruh Kantor Wilayah Kementerian Keuangan di Sumsel merilis kinerja dan fakta (KiTa) APBN periode Mei 2022 pada 28/6/2022.

Rilis yang disampaikan Lydia Kurniawati Christyana, Kepala Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumsel ini mengungkap kinerja APBN Sumsel dari sisi pendapatan, pengeluaran dan isu strategis sampai dengan 31 Mei 2022.

“Pendapatan negara di Sumsel per 30 Mei 2021 terealisasi Rp6,406 triliun. Atau mencapai 43,16% dari target pendapatan yang ditetapkan. Pendapatan ini terdiri dari Penerimaan perpajakan sebesar Rp5,549 triliun, dan PNBP sebesar Rp856,30 miliar,” ungkap Lydia. 

Bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sambung Lydia, pendapatan ini mengalami kenaikan sebesar Rp1.495,63 Miliar atau tumbuh 30,46%. Kenaikan terbesar disumbang oleh Pajak Penghasilan sebesar Rp937,26 Miliar. Lebih tinggi 40,29% dari tahun 2021 lalu. 

Sementara realisasi belanja negara sebesar Rp14,160 triliun. Atau 35,04% dari pagu yang ditetapkan. Terdiri dari belanja transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) Rp9,781 triliun, dan belanja pemerintah pusat Rp4,378 triliun. Belanja pemerintah pusat ini terdiri dari belanja pegawai Rp2,062 triliun, belanja barang Rp1,552 triliun, belanja modal Rp757,18 miliar, dan belanja sosial Rp5,93 miliar. 

BACA JUGA:Alhamdulillah, Harga Cabai Merah Berangsur Turun

“Belanja ini mengalami penurunan sebesar Rp631,55 Miliar. Turun 12,61%. Penyebabnya, realisasi belanja modal yang lebih rendah dibandingkan tahun 2021 karena adanya carry over proyek tahun 2020 ke 2021, belum selesainya proses lelang, dan masih terdapat kegiatan yang menunggu petunjuk teknis,” beber Lydia. 

Realisasi belanja pegawai tahun ini lebih tinggi dibandingkan 2021. Hal ini kata Lydia, dipengaruhi pemberian tambahan 50% tunjangan kinerja pada THR 2022. Kinerja realisasi belanja barang juga lebih rendah dari tahun lalu. 

“Sebabnya antara lain, adanya perubahan kebijakan internal pada Kementerian/Lembaga, dan lambatnya penetapan juknis pelaksanaan kegiatan. Termasuk masih ada juknis yang belum diterbitkan, seperti belanja barang lainnya untuk diserahkan kepada masyarakat atau Pemda yang berakibat kepada penundaan proses PBJ (belanja barang),” urainya. 

Sama dengan belanja pegawai dan belanja barang, realisasi belanja modal juga lebih rendah dibandingkan 2021. Sebabnya, adanya pekerjaan yang selesai di tahun 2020, tetapi pembayaran termin terakhir di-carry over ke awal tahun 2021. 

BACA JUGA: Bantu DJP, BNI Buka Kerjasama Peningkatan Layanan Nasabah

Kendala lainnya imbuh Lydia, yaitu proses PBJ dari (belanja modal) yang tidak sesuai rencana, terjadi gagal lelang, pihak ketiga yang menunda pengajuan dokumen tagihan negara kepada PPK. Selain itu, masih terdapat kegiatan yang masih dalam proses lelang dan kegiatan yang masih menunggu petunjuk teknis. 

Belanja sosial meningkat sebesar 28,21% atau Rp5,82 miliar dari bulan lalu. Penyaluran belanja sosial ini sangat bergantung pada juknis yang diterbitkan oleh masing-masing Kementerian/Lembaga. 

Kendala yang dihadapi dalam realisasi belanja ini adalah masih terdapat perubahan data identitas penerima bantuan. Sementara belanja TKDD terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) Rp1,74 triliun, Dana Alokasi Umum (DAU) Rp5,72 triliun, dan Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) Rp17,73 miliar. 

Lalu Dana Insentif Daerah (DID) Rp37,30 miliar, DAK non Fisik Rp1,37 triliun, dan Dana Desa Rp892,72 miliar. Realisasi TKDD ini mengalami penurunan sebesar Rp126,64 Miliar. Lebih rendah 1,52% dari tahun lalu. Sebabnya, masih dalam tahapan pengadaan, untuk DAK Fisik. Serta masih dalam tahapan penetapan APBDes dan proses perekaman KPM, untuk Dana Desa.

Kategori :