Terkait dengan aspek ketersediaan, keterjangkauan, kesetaraan dan kepastian dapat dilihat melalui beberapa indikator antara lain APM SD/MI/SDLB baru mencapai 87,73% dan APM SMP/MTs mencapai 90,36 (Tahun 2020).
Kondisi ini berbanding lurus dengan Angka Pendidikan yang ditamatkan berdasarkan Penduduk Usia Kerja (15-64 tahun), yang masih didominasi lulusan SMP.
Untuk itu pembangunan pendidikan dihadapkan permasalahan untuk meningkatkan APK, APM, Rata-rata Lama Sekolah dan Harapan Sekolah.
Selain itu, belum memasyarakatnya pendidikan non formal sebagai alternatif pendidikan formal serta kurangnya peran serta masyarakat dalam mengembangkan dan melestarikan kebudayaan daerah yang merupakan permasalahan dan tantangan yang perlu diupayakan penyelesaiannya.
Permasalahan Alokasi Anggaran Mandatory Spending Bidang Pendidikan juga dialami oleh Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir, antara lain:
Pertama, kurang terpenuhinya Mutu Pelayanan Dasar di Kabupaten Ogan Ilir di setiap jenis pelayanan dasar baik itu Pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pelayanan Pendidikan Dasar (SD dan SMP), dan Pelayanan Pendidikan Kesetaraan (PNF), yang mencakup Standar jumlah dan kualitas barang dan/atau jasa yaitu standar satuan pendidikan (standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian) dan standar biaya pribadi peserta didik (perlengkapan dasar peserta didik dan pembiayaan pendidikan), dan Standar jumlah dan kualitas pendidik dan tenaga kependidikan yaitu meliputi jenis, kualitas dan jumlah pendidik dan tenaga kependidikan;
Kedua, belum optimalnya pembinaan pendidikan karakter yang disebabkan oleh belum optimalnya pembinaan kesiswaan terkait dengan pemantapan nilai-nilai nasionalisme pada semua jenis dan jenjang satuan pendidikan, belum optimalnya pendidikan budi pekerti yang berorientasi pada pengembangan nilai-nilai kejujuran dan pembentukan karakter mulia pada semua jenis dan jenjang satuan pendidikan serta kurangnya apresiasi/peran masyarakat dalam pembinaan karakter dan budi pekerti;
Ketiga, kurangnya partisipasi masyarakat dalam melestarikan kebudayaan daerah antara lain disebabkan: daya minat untuk mendalami dan mengapresiasi seni dan budaya masih rendah khususnya seni dan budaya tradisional, kualitas maupun kuantitas guru, pelatih, seniman, kreator dibidang seni masih sangat kurang (sangat terbatas) serta ketersediaan tenaga ahli dibidang arkeologi yang menangani benda-benda purbakala belum ada;
Keempat, kurangnya layanan aparatur dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi di bidang pendidikan dan kebudayaan antara lain disebabkan belum optimalnya pelayanan administrasi perkantoran dan disiplin pegawai, kurangnya sarana dan prasarana aparatur, serta kurangnya kapasitas sumber daya aparatur.
Oleh karena itu diperlukan arah perbaikan model reformasi birokrasi dapat ditinjau dari tiga aspek yakni isi, strategi dan proses serta struktur implementor yang jelas melalui upaya antara lain;
Pertama, Meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan yang kreatif, bermutu dan merata yang didukung oleh teknologi, melalui strategi Penguatan pelayanan dasar pendidikan dan pemberian pendidikan kesetaraan berupa Paket A, B, dan C;
Kedua, Mempercepat pemerataan penyediaan sarana-prasarana pendidikan dan infrastruktur pendukungnya memalui strategi percepatan pembangunan akses sarana prasarana dan infrastruktur pendidikan;
Ketiga, Meningkatkan kualitas serta kesejahteraan pendidik dan tenaga kependidikan, melalui strategi mengupayakan insentif tambahan bagi pendidik dan tenaga kependidikan serta mengupayakan peningkatan kompetensi guru minimal S1/DIV serta bersertifikasi;
Keempat, Meningkatkan pendidikan mental karakter melalui penanaman nilai-nilai Pancasila, nilai-nilai agama, dan nilai-nilai budi pekerti dengan pembelajaran yang inovatif, melalui strategi mengupayakan pendidikan mental karakter serta mendorong pendidik agar lebih inovatif dalam pembelajaran.(*)