Salah satunya dari riwayat seorang sahabat bernama Mahmud bin Lubaid Radhiyallahu Anhu ketika ia menerima luka pada pertempuran Khandaq.
“Para sahabat membawanya kepada seorang shahabiyah bernama Rufaidah.” (HR. Bkuhari)
Rufaidah yang ahli di bidang kesehatan itu ternyata memiliki darah kedokteran dari ayahnya, yaitu Sa’ad Al Aslami yanng juga seorang dokter kalangan Anshar.
Mungkin itulah salah satu faktor yang membuat shahabiyah ini menjadi salah satu wanita Anshar terpenting di Madinah.
BACA JUGA:Resep Mudah Buat Japchae, Mie Tumis Khas Korea yang Dicampur Sayur-sayuran
Apalagi ketika di tenda-tenda pertempuran, Rufaidah tentu bertugas menjadi koordinator tim medis sahabat di banyak peperangan yang mereka jalani untuk membela Islam.
Dari Rufaidah kita bisa belajar, bahwa berjuang untuk berdakwah bisa dengan apa pun keahlian yang kita miliki.
Tak harus di atas mimbar, tak mesti pula dengan kata-kata keteladanan.
Potensi dan profesinalisme kita adalah satu kekuatan yang sangat berharga yang akan melambungkan dakwah dan mendorong Agama Islam agar dapat lebih maju.
BACA JUGA:Kisah Umar bin Khattab, Sahabat Nabi Muhammad SAW Dijamin Masuk Surga
Nah, maka dari itu, dalam berbagai aspek juga kita tidak perlu membandingkan potensi diri kita dengan orang lain yang memiliki waktu dan tempat yang berbeda-beda.
Oleh karenanya, kita harus memfokuskan diri kepada profesionalisme kita sendiri tanpa harus memaksakan agar sesuai dengan yang orang lain miliki.*