Iklan juga tidak semerta-merta “ayo kita pasang iklan saja”, tetapi perlu dikonsep dan direncanakan, tujuan iklan juga khusus untuk iklan politik (termasuk bakal calon eksekutif dan legislatif).
Urutannya adalah untuk pertama adalah menaikan popularitas dan selanjutnya adalah menaikan elektabilitas.
Tentunya keduanya tidak sama dan mempunyai strategi yang berbeda. Terakhir adalah mempertahankan elektabilitas.
Masyarakat Palembang khususnya sudah semakin terliterasi secara politik, jangan sampai kondisi ini malah menurun lagi menjelang pesta demokrasi nya.
Diakibatkan oleh bakal calonnya yang masih menganggap masyarakat kota Palembang tidak melek politik, sehingga pesan yang disampikan di ruang publik sekenanya saja.
Justru disinilah komunikasi politik akan tercipta, dan seharusnya iklan politik ini dijadikan edukasi politik untuk masyarakat Palembang.
Dalam menjawab permasalahan dasar (sampah, anakjalanan, kebersihan, pekerjaan, fasiltas publik dan lainnya) di kota metropolitan ini.
Para bakal calon seharusnya mengetahui bahwa investasi politik tidak hanya melalui iklan saja tetapi sudah dilakukan jauh hari sebelum tahapan pemilihan dimulai.
Rekam jejak digital juga bisa dijadikan data valid terhadap bakal calon karena bisa diakses kapan saja.
Jika kita tidak punya rekam jejak digital sekarang akan sulit bersaing dikemudian hari.
Iklan ini hanya salah satu sarana saja untuk melakukan publikasi, ada banyak sarana yang harus dikombinasikan dan direncanakan untuk hasil yang maksimal.
Sekarang bisa kita saksikan kualitas iklan para bakal calon walikota Palembang ini, apakah justru memberikan infomasi yang baik/ dibutuhkan oleh khalayak.
Atau justru memberikan informasi yang tidak jelas, membingungkan dan ambigu.
Jangan sampai pemandangan kota Palembang ini menjadi tidak indah karena terganggu iklan-iklan politik yang tidak bermutu menjadi sampah visual.
Tentunya penilaian ini sangat subjektif dikembalikan kepada individu masing-masing.
Salam sehat, salam komunikasi dan salam demokrasi. *