Honda

Butterfly Effect di Kasus Holywings

Butterfly Effect di Kasus Holywings

Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes) Palembang melakukan himbauan dan pembubaran pengunjung di Holywings Palembang. (Foto.Kurniawan)--

BACA JUGA:Izin Holywings di Palembang Bakal Dievaluasi

Ternyata hasilnya di luar prediksi tim KFC. Ada 10 juta orang yang mengunduh kupon gratis dan alhasil KFC kehabisan stok ayam dan menyatakan permintaan maaf ke publik karena tidak sanggup memenuhi permintaan konsumen yang akhirnya marah serta kecewa terhadap KFC.

Berapapun nilai anggaran promosi per konsumen, katakanlah sepuluh ribu rupiah, manajemen harus sepakat dulu dengan nilai dan kuantitasnya karena akan segera menjadi pengeluaran promosi. Sementara nilai rupiah setiap botol miras yang dikeluarkan Holywings sebagai objek promosi tidaklah murah karena mencapai ratusan ribu rupiah. Belum lagi nama yang dipilih adalah nama yang menurut Holywings adalah nama yang sering datang ke Holywings.

Cukup membingungkan melihat manajemen Holywings menyatakan tidak tahu perihal konten promosi tersebut karena menganggap iklan gratis minuman keras itu adalah ‘hal kecil’ yang tidak perlu diketahui pimpinan perihal muatan kontennya. Tak dinyana, hal yang dianggap kecil inilah yang membuat kasus ini relevan dengan metafora Butterfly Effect.

Periklanan terkadang terlihat sebagai industri dimana seni komunikasi dan eksplorasi kreasi sangat mendominasi hasil-hasil karyanya. Kata ‘kreativitas’ sering dipinjam namanya jika terjadi kesalahan dalam proses periklanan. Kreativitas yang kebablasan, publik menyebutnya demikian. Apakah ini murni kesalahan tim kreatif Holywings? Atau ada arahan manajemen atau pihak lain dalam pencatutan nama Muhammad dan Maria tersebut?

BACA JUGA:Gelar Razia, Polisi Bubarkan Pengunjung Holywings

Kita tunggu hasil penyelidikan penegak hukum. Iklan atau pariwara, sebagaimana yang termaktub dalam dokumen Etika Pariwara Indonesia (EPI) Amandemen 2020 yang dibuat oleh Dewan Periklanan Indonesia, didefinisikan sebagai “suatu bentuk komunikasi dari sebuah produk/merek kepada khalayak sasarannya, agar mereka memberikan tanggapan yang sesuai dengan tujuan pengiklan”. Namun tujuan tentu tidak boleh menghalalkan segala cara.

Ada beberapa aturan yang harus dipahami oleh para pengiklan sebelum menyebarluaskannya ke publik. Aturan tersebut berupa undang-undang terkait Penyiaran, Pers, Hak Cipta, Periklanan dan Etika Pariwara. Publik bisa mengaksesnya secara bebas di website Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia (APPINA), website Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) atau website Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

Siapa yang harus tahu dan paham mengenai hukum dan undang-undang periklanan dari sisi pengiklan atau pemasang iklan?

Dalam dokumen Etika Pariwara Indonesia (EPI) disebutkan dalam halaman 15 bahwa asas  iklan dan pengiklan haruslah (a) Jujur, benar dan bertanggung jawab; (b) Bersaing secara sehat; (c) Tidak merendahkan agama, budaya, negara dan golongan, serta tidak bertentangan dengan hukum. Dalam hal produksi periklanan, EPI juga menyebutkan bahwa pengiklan wajib memberi taklimat periklanan (advertising brief) atau keterangan yang benar dan memadai mengenai produk yang diiklankan. Pengiklan yang dimaksud adalah pelaku usaha yang memiliki produk atau merek yang akan diiklankan.

BACA JUGA:Melecehkan Islam, Anies Harus Berani Cabut Izin Holywings

Pengiklan adalah pihak yang berkepentingan atas hasil dan respon informasi yang disebarkan melalui iklan. Atas dasar inilah, saat sebuah iklan bermasalah muatan isinya dari sisi pelanggaran terhadap etika pariwara, maka pemilik mereklah yang akan digugat.

Digitalisasi memang membuat aspek kehidupan manusia serba praktis dan instan. Penyebarluasan informasi yang cepat dalam komunikasi pemasaran dan penjualan bertujuan terjadinya tindakan pembelian atau transaksi terhadap produk atau jasa secara cepat pula.

Namun, dalam hal komunikasi yang berhubungan dengan masyarakat dan rentan dimultitafsirkan, maka proses yang terjadi sebelum suatu iklan tayang tidak selayaknya dibuat instan pula. Seperti ungkapan Lorenz dalam Butterly Effect, “If the flap of a butterfly's wings can be instrumental in generating a tornado, it can equally well be instrumental in preventing a tornado.” (*)

BACA JUGA:Diduga Nista Agama, Pemprov DKI Tegur Holywings

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: