Honda

RAPBN 2023 Dirancang Fleksibel, Menkue: Sering Kita Sebut Shock Absorber

RAPBN 2023 Dirancang Fleksibel, Menkue: Sering Kita Sebut Shock Absorber

(tangkapan layar) Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan keterangan usai Sidang Kabinet Paripurna yang membahas tentang nota keuangan dan RAPBN 2023 di Kantor Presiden, Jakarta, pada Senin, 8 Agustus 2022.-Foto: BPMI Setpres/Rusman-presidenri.go.id

JAKARTA, PALPRES.COM – Pemerintah mulai memikirkan skema Rancanangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2023. Rencananya, APBN 2023 akan dirancang fleksibel dalam mengelola gejolak ekonomi global.

Demikian diungkap Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam keterangan resminya usai Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Senin, 8 Agustus 2022.

Menkue menjelaskan, rancangan fleksibel dilakukan agar mampu menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak perekonomian dan ketidakpastian global yang terjadi atau sebagai shock absorber.

Di sisi lain, Presiden Joko Widodo meminta agar APBN dijaga supaya tetap kredibel dan sehat.

BACA JUGA:Tiga Fondasi Prioritas di Era Jokowi, Presiden: 2030, APBN Diperdiksi Naik Tiga Kali Lipat

“APBN 2023 harus didesain untuk bisa mampu tetap menjaga fleksibilitas dalam mengelola gejolak yang terjadi, ini kita sering menyebutnya sebagai shock absorber. Namun, di sisi lain Bapak Presiden juga meminta agar APBN tetap dijaga supaya tetap kredibel dan sustainable atau sehat, sehingga ini adalah kombinasi yang harus dijaga,” ujar Menkeu.

Menkeu menjelaskan bahwa tahun 2022 dunia diproyeksikan akan mengalami perlemahan pertumbuhan ekonomi, sementara inflasinya meningkat tinggi.

Oleh karena itu, Dana Moneter Internasional (IMF) menurunkan proyeksi ekonomi global dari 3,6 persen menjadi 3,2 persen untuk tahun ini dan dari 3,6 persen menjadi 2,9 persen untuk tahun 2023.

“Ini artinya bahwa lingkungan global kita akan menjadi melemah, sementara tekanan inflasi justru meningkat. Menurut IMF tahun ini inflasi akan naik ke 6,6 persen dari sisi di negara maju, sementara inflasi di negara-negara berkembang akan pada level 9,5 persen, ini juga naik sekitar 0,8 (persen),” lanjutnya.

BACA JUGA:Anggaran Gaji dan Tunjangan PPPK Mesti Masuk APBN, Jangan Bebani APBD!

Lebih lanjut, Menkeu menyebutkan bahwa dengan adanya kenaikan inflasi yang sangat tinggi di negara maju, makan terjadi reaksi dari sisi kebijakan moneter dan likuiditas yang diperketat sehingga memacu apa yang disebut capital outflow dan volatilitas di sektor keuangan.

Untuk itu, Menkeu bersama-sama dengan Gubernur Bank Indonesia terus meramu kebijakan fiskal dan moneter yang fleksibel, namun pada saat yang sama juga efektif dan kredibel.

Menurut Menkeu, perekonomian Indonesia sendiri pada tahun 2022 tumbuh sangat baik yang antara lain terlihat dari pertumbuhan ekonomi kuartal II tahun 2022 yang mencapai 5,44 persen.

Angka tersebut, menurut Menkeu, berada di atas perkiraan optimistis pemerintah yang mematok pertumbuhan ekonomi kuartal II sebesar 5,2 persen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: