Honda

Mengenal Zaid bin Tsabit: Ahli Bahasa yang Dinobatkan Sebagai 'Islamic Ambassador'

Mengenal Zaid bin Tsabit: Ahli Bahasa yang Dinobatkan Sebagai 'Islamic Ambassador'

Zaid bin Tsabit seorang sahabat nabi ini merupakan ahli bahasa yang mampu menguasai Bahasa Suryani dan Ibrani hanya dalam waktu 17 hari.-Ilustrasi: Kgs Yahya-

PALEMBANG, PALPRES.COM - Sahabat nabi bernama Zaid bin Tsabit tersohor hingga saat ini.

Zaid bin Tsabit merupakan ahli bahasa yang mampu menguasai bahasa Suryani dan Ibrani hanya dalam waktu 17 hari.

Semasa hidupnya, Zaid bin Tsabit merupakan sahabat sekaligus Sekretaris Raslullah Sholallahu'alaihi Wassalam yang di dalam hidupnya selalu mempelajari bahasa.

Dilansir dari akun Instagram gensaladin, Zaid bin Tsabit dikenal sebagai sosok ahli bahasa yang telah mempelajari bahasa Suryani dan Ibrani.

BACA JUGA:Cerita Khalid bin Walid Saat Mendapat Gelar Si Pedang Allah yang Terhunus

Bahkan beliau benar-benar mampu menguasainya hanya dalam kurun waktu 17 hari.

Suatu hari, Nabi Muhammad Sholallahu'alaihi Wassalam berbicara dengan seorang utusan dari persaudaraan Najran yang berbicara dalam bahasa Suryani.

Ternyata, saat itu tidak ada satu pun dari para sahabat yang hadir mengerti bahasa tersebut.

Maka Nabi Muhammad saw. meminta Zaid bin Tsabit untuk terus mempelajari bahasa Suryani agar tak ada lagi masalah yang serupa di masa depan.

BACA JUGA:Mengenal Sosok Wanita Hebat! Rufaidah Al Aslamiyah Perawat Muslimah Pertama dalam Sejarah Islam

Zaid bin Tsabit kemudian rajin mempelajari bahasa Suryani dengan tekun.

Setiap kali ada utusan atau tamu yang berbicara dalam bahasa asing, Zaid bin Tsabit selalu mempelajari bahasa-bahasa itu.

Beliau juga berusaha mempelajri bahasa Ibrani dan bahasa lokal yang digunakan di daerah-daerah lain yang terletak di luar Mekah.

Kemampuan linguistik Zaid bin Tsabit ini terus berkembang seiring waktu karena ketekunannya dalam belajar bahasa.

BACA JUGA:Kisah Muazin Pertama Umat Islam, Budak yang Dapat Kepercayaan Rasulullah

Bahkan, ketika Zaid terjebak sebagai tawanan dalam peristiwa perang Khaybar, dia dapat menerjemahkan beberapa dokumen penting dari bahasa Ibrani ke bahasa Arab.

Sehingga hal tersebut berdampak positif pada kejayaan Islam.

Efeknya, setelah memahami bahasa-bahas asing, Zaid menjadi ‘Islamic Ambassador’ yang berhasil menyampaikan kepada suku-suku Yahudi di Madinah mengenai setiap hal kerancan di Kitab Taurat mereka.

Dengan begitu, Zaid pun jadi memahami cara orang-orang Yahudi berpikir secara logika.

BACA JUGA:Katalog Promo Hemat Transmart Periode 4 Juli 2023, Lebih Banyak Potongan Harga

Kisah Zaid bin Tsabit ini tentunya memberikan pelajaran bagi kita tentang pentingnya menguasai berbagai bahasa, terutama dalam konteks dakwah dan hubungan internasional.

Makin luas kosakata yang kita ketahui, maka makin banyak wawasan yang dapat kita selami.

Begitu pula dengan pelajaran atau istilah-istilah baru yang kita pelajari, kita akan makin dalam bahwa selama ini pengetahuan kita tidaklah sebanyak yang dibayangkan.

Hal ini bukan perkara yang sepele, karena salah satu bentuk peradaban yang maju adalah pemahaman bahasa.

BACA JUGA:Sungai Paling Jernih di Indonesia, Surga Kecil yang Jatuh ke Bumi Alam Papua, Ini Wisata Air Wajib Dikunjungi!

Salah satu contohnya adalah bahasa Inggris yang telah memiliki 1 juta lema (kata atau frasa masukan dalam kamus di luar definisi atau penjelasan lain).

Sedangkan KBBI milik Indonesia hanya berjumlah 118 ribu lema.

Dari sudut pandang yang lain sebagai bagian umat Islam, kita juga sedang dirundung keresahan mengenai sedikitnya penguasaan kosakata Umat Islam, terutama yang kini berada di Asia dan Arab.

Perlu diketahui lagi, kosakata dan penguasana kosakata adalah dua hal yang berbeda. Hal ini membuat Bahasa Arab menjadi bahasa yang termasuk yang paling rumit dengan tensesnya yang unik sebanyak 12,3 juta kosakata.

BACA JUGA:Rusia Kalah di Perang Laut, Kok Bisa?

Namun, nyatanya sekarang masyarakat Arab juga banyak yang kurang memahami grammar atau Nahwu dalam bahasa Arab.

Perkara ini juga diungkap di dalam buku ‘Khalidun’, seorangahli bahasa bernama Dr. Suhail As Sokkari mengatakan bahwa seorang anak Eropa yang baru berusia 3 tahun sudah menguasai 16 ribu kosakata bahasa Inggris.

Sementara itu, anak di negara Arab hanya mampu menguasai 3 ribu kata meski berusia yang sama.

Ternyata, bahasa memang menjadi persoalan yang sangat penting. Apalagi jika seorang pemimpin memiliki pemahaman bahasa yang minim.

BACA JUGA:7 Fakta Menarik Tentang Film Boneka Si Unyil, Disukai Anak-anak Hingga Kini

Mislanya, pemegang kebijakan negeri kita ini dipimpin oleh seseorang yang mempunyai kosakata dalam retorika yang sempit. Apa jadinya?

Tidak ada narasi yang membangun, kita sebagai warga negara hanya bisa diam menahan kekesalan karena sebenarnya setiap pemimpin harus mampu membahas segala hal dengan lebih detail, tapi nyatanya perangkat kata yang digunakan tidak ada perkembangan.

Akhirnya, muncullah kata-kata yang menguras tenaga rakyat untuk memeras emosi.

Dengan keadaan yang seperti itu, negara dapat kehilangan kekuatan di hadapan rakyatnya dikarenakan nihilnya daya pembangunan visi dengan bahasa yang kuat dan inspirasi yang dapat membangun anak-anak bangsa.

BACA JUGA:Segera Hadir, Honda Gold Wing Versi KW, Harganya Bikin Penasaran

Itulah sebabnya para pahlawan Islam dan orang-orang besar dalam sejarah sangat menguasai ilmu sastra.

Mereka telah memahami bahwa sastra dan bahasa bukan sekadar alat komunikasi melainkan alat untuk membangun visi bangsa di tengah peradaban yang kian maju.

Maka dari itu, sebagai umat Muslim, kita harus mengikuti jejak Zaid bin Tsabit yang mempelajari bahasa asing dengan tekun dan tanpa henti.

Sehingga kita bisa berkomunikasi dengan berbagai orang dari berbagai suku dan bahasa dengan mudah, serta mampu menyampaikan ide-ide dengan bahasa yang sederhana tapi substansial. Hal itu serupa dengan sifat yang dimiliki oleh Rasulullah.*

BACA JUGA:Muba Ditunjuk Gelar Korwil LDII Se Sumsel, Pj Bupati Katakan Ini

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: