Honda

Apa Hukumnya Membatalkan Puasa Ramadan Karena Sakit?

Apa Hukumnya Membatalkan Puasa Ramadan Karena Sakit?

Apa hukumnya membatalkan puasa Ramadan karena sakit?-Pexels.com-

PALPRES.COM - Apa hukumnya membatalkan puasa Ramadan karena sakit akan dibahas di artikel ini.

Menjalankan ibadah puasa merupakan kewajiban dari Allah SWT kepada hambanya yang beragama Islam. 

Namun demikian, tak semua umat Islam bisa menjalankan ibadah puasa. 

Ada beberapa golongan tertenu yang boleh tidak berpuasa.

BACA JUGA:Bolehkah Penderita Sakit Maag Berpuasa Ramadan? Ini Penjelasan Dokter

BACA JUGA:5 Jenis Makanan Wajib Dihindari Saat Sahur, Tidak Baik untuk Kesehatan Ketika Puasa

Golongan itu yakni:

1. Wanita hamil, kondisinya disesuaikan dengan anjuran dokter.

2. Wanita yang sedang menyusui, kondisinya disesuaikan dengan anjuran dokter

3. Musafir atau orang yang berpergian jauh namun bukan untuk maksiat

BACA JUGA:Berlimpah Rahmat! Ini 5 Keutamaan Puasa Ramadan, Nomor 4 Mustajab Dikabulkan Doa

BACA JUGA:Mimpi Basah di Bulan Ramadan Bisa Membatalkan Puasa? Ini Penjelasannya

4. Lansia yang sudah tidak sanggup berpuasa

 

Lalu bagaimana dengan orang yang sedang sakit?

Bolehkah mengganti puasanya dengan membayar fidiah?

Ada dua kondisi orang yang sakit. 

BACA JUGA:Pintu Keberkahan Terbuka! Rahasia Waktu Paling Mustajab untuk Berdoa di Bulan Ramadan 2024

Pertama, penderita yang mengalami penyakit kronis atau tidak pulih-pulih seperti kanker ganas. 

Penyakit parah yang diderita membuat si sakit tidak wajib berpuasa.

Sebab harapan kesembuhan yang kecil sehingga membuat kemampuan tubuhnya berpuasa sangat minim.

Penyakit yang termasuk kedalam kategori parah seperti diabetes atau ginjal yang kronis, dimana dalam kondisi tersebut mereka harus makan dan minum secara berkala. 

Penderitanya juga sangat dianjurkan untuk mengkonsumsi obat serta antibiotik yang harus diminum setiap harinya.

Situasi itu membuat penderita wajib hukumnya membayar fidiah atau memberi makanan sesuai dengan hari puasa yang dia tinggalkan. 

Teruntuk jumlah orang yang diberikan, penderita bisa mengumpulkan orang sejumlah hari yang sama kemudian memberikan mereka makanan.

Kedua, jika sakit yang diderita termasuk dalam penyakit ringan atau sifatnya sementara, seperti batuk, pusing dan yang serupa, maka tidak diperbolehkan untuk berbuka puasa.

Penyakit ringan memiliki beberapa keadaan, seperti masih mampu berpuasa. 

Jika penderita merasa fisiknya kuat dan tidak memberatkan, maka wajib baginya untuk berpuasa karena tidak ada udzur yang memperbolehkan dia membatalkan puasanya.

Dalam kondisi lain seperti demam ringan, vertigo, atau diare ringan dan penderita merasa keberatan karena nantinya akan merasa lemas atau menahan sakit, tetapi sebenarnya penyakit yang diidap tidak mebahayakan jika dia meneruskan puasanya. 

Hal tersebut membuat hukum puasanya makruh dan dianjurkan untuk menggunakan keringanan yang Allah berikan.

Keadaan yang terakhir, sakit yang melanda membuat penderita tidak mampu berpuasa dan mebahayakan sakitnya jika dia tetap meneruskan puasa.

Contohnya diare parah. 

Hukum puasanya haram karena perilakunya akan membahayakan dirinya sendiri.

Penyakit tersebut butuh penangan yang cukup serius untuk segera membantu pemulihannya seperti penderita butuh banyak cairan atau menerima infus cairan tubuh demi menghilangkan dehidrasi yang jika dibiarkan akan sangat berbahaya.

Syekh Nawawi Banten menjelaskan mengenai hukum membatalkan puasa karena sakit dalam kitab Kaasyifatus Sajaa:

 

اعلم أن للمريض ثلاثة أحوال فإن توهم ضررا يبيح له التيمم كره له الصوم وجاز له الفطر، فإن تحقق الضرر المذكور ولو بغلبة ظن وانتهى به العذر إلى الهلاك وذهاب منفعة عضو حرم عليه الصوم ووجب عليه الفطر، فإذا استمر صائما حتى مات مات عاصيا، فإن كان المرض خفيفا كصداع ووجع أذن وسن لم يجز الفطر، إلا أن يخاف الزيادة بالصوم

 

Bagi orang sakit, berlaku pada tiga kondisi yang berkaitan dengan boleh atau tidaknya menjalankan puasa.

Bila diduga adanya mudarat yang memungkinkan tidak menunaikan ibadah puasa, maka makruh berpuasa bagi orang yang sakit dan diperbolehkan baginya berbuka.

Bila mudarat yang diduga tersebut terwujud dengan dugaan yang kuat dapat menimbulkan kerusakan dan hilangnya manfaat suatu anggota badan, maka haram berpuasa bagi orang tersebut dan wajib berbuka (alias haram berpuasa). 

Bila ia tetap berpuasa sehingga meninggal dunia, maka ia meninggal dalam keadaan maksiat.

Bila sakit yang diderita adalah sakit ringan seperti pusing, sakit gigi, maka tidak diperbolehkan berbuka (alias wajib berpuasa), kecuali bila khawatir akan bertambah sakitnya dengan berpuasa.

Orang-orang golongan tertentu mendapat dispensasi untuk tidak melaksanakan ibadah puasa Ramadan.

Sebagai gantinya mereka wajib membayar tebusan atau fidiah. 

Hal ini merujuk pada kitab Fatawa al-Ramli yang berbunyi, "Imam al-Ramli menjawab bahwa fidiah adalah ibadah harta seperti zakat dan kafarat, maka niatkanlah mengeluarkan fidiah karena tidak berpuasa Ramadan."

Bagi orang sakit yang masih punya harapan sembuh, fidiah tidak wajib karena termasuk mampu untuk mengganti puasanya selain di bulan Ramadan.

Sementara untuk orang sakit dengan kondisi parah dan belum tentu sembuh, maka hukumnya wajib membayar fidiah.

Fidiah puasa disyaratkan berupa makanan pokok dengan memberi makan kepada satu orang miskin.

Untuk fidiah puasa orang sakit keras, lansia, ibu hamil dan menyusui, boleh dilakukan setelah subuh setiap hari puasa atau di luar bulan Ramadan.

Meskipun ada keringanan bagi suatu golongan dan hukum membatalkan puasa karena sakit atau kondisi lainnya, mereka tetap harus membayar fidiah sesuai dengan ketetapan Allah.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: