Kedua jawara ini lalu dimakamkan oleh penduduk setempat di tepi Danau Ranau yang menjadi saksi sejarah pertarungan antara si Pahit Lidah dan si Mata Empat.
Menurut juru kunci kuburan, H Haskia, di sini terdapat dua buah batu besar. Satu batu telungkup diyakini sebagai makam Si Pahit Lidah dan satu batu berdiri sebagai makam Si Mata Empat.
Makam keduanya terletak di kebun warga Sukabanjar bernama Maimunah. Untuk menuju ke lokasi, selain naik perahu motor dari Lombok, bisa juga dengan berkendaraan.
Batu Lesung Bintang merupakan peninggalan sejarah dari Marga Bindung Langit Lawang Kulon sebagai asal mula Baturaja. Ada beberapa peninggalan sejarah sebagai bagian dari BatuLesung Bintang ini, antara lain batu berukir (berbentuk sandi & peta wilayah) dan batu berbentuk tapak kaki.
BACA JUGA:7 Tempat Wisata Budaya Populer di Palembang
4. Batu Macan
Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung. Sepertinya pribahasa ini cocok digunakan sebagai ungkapan bahwa di mana pun kita berada harus menaati peraturan-peraturan yang telah diterapkan masyarakat sekitar tempat kita tinggal. Begitu juga dengan Batu Macan. Objek wisata yang tak hanya bernilai seni tapi juga sarat makna dan pesan.
Batu Macan tepatnya adalah simbol yang diyakini masyarakat sebagai wujud nyata paraturan adat (perdat) yang harus dipatuhi. Diperkirakan, Batu Macan yang terdapat di Desa Pagar Alam Kecamatan Pulau Pinang Kabupaten Lahat ini, sudah ada sejak zaman Majapahit pada abad 14 lalu.
Sebagai simbol, Batu Macan ini merupakan bentuk penjagaan atau pagar terhadap perzinahan dan pertumpahan darah dari empat daerah, yakni Pagar Gunung, Gumay Ulu, Gumay Lembah, dan daerah Gumay Talang.
BACA JUGA:Mengenal Tarian Tradisional Khas Kabupaten Musi Banyuasin
Ketika koran ini mengunjungi peninggalan bersejarah tersebut, diperoleh keterangan dari Jurai Tue Adat (Sesepuh. red) Idrus (62). Dituturkan Idrus, kisah adanya Batu Macan erat kaitannya dengan legenda Si Pahit Lidah yang beredar di masyarakat. Kisah berawal dari adanya seekor macan yang kerap kali mengganggu masyarakat desa di empat wilayah tersebut.
Keganasan macan yang semakin merajalela kepada penduduk, membuat Si Pahit Lidah memperingati macan untuk tidak meneruskan kelakuannya, namun sampai tiga kali teguran tidak pernah dipatuhinya dan macan terus saja mengganggu penduduk.
Ketika Si Pahit Lidah sedang bersantai dan berjemur di batu penarakan sumur tinggi, dari jauh dilihatnya seorang wanita sedang menjemur padi sambil menggendong anaknya, dan pada saat yang sama datang seekor macan dari arah belakang wanita secara mengendap-endap untuk menerkam wanita bersama anak yang ada di gendongannya.
Melihat itu, kembali Si Pahit Lidah memperingati macan, namun sayangnya teguran itu tidak juga membatalkan niatnya untuk menerkam wanita tersebut, sampai akhirnya Si Pahit Lidah berucap “Aii, dasar batu kau nii!” dan tiba-tiba macan tersebut berubah menjadi batu.
BACA JUGA:7 permainan Tradisional Sumatera Selatan Ini Sudah Jarang Dimainkan
Anehnya, bukan hanya macan yang menerima kutukkan dari Si Pahit Lidah, wanita berserta anak yang sedang digendongnya turut menjadi batu.
Setelah diselidiki, ternyata wanita tersebut adalah wanita pezinah dan anak yang sedang digendongnya adalah anak hasil perzinahan.