Honda

Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Keempat)

Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Keempat)

Oleh Dudy Oskandar
(Jurnalis dan Peminat Sejarah Sumatera Selatan)

GUBERNUR Jenderal sedang melakukan perjalanan, sehingga saya tidak bisa melakukan audiensi dengan beliau (saya benci rok hitam).

Namun, saya sempat bertemu dengan Wakil Gubernur Jenderal, Tuan A Loudon.

Untuk itu memang diperlukan rok hitam tetapi tanpa ajudan.

Orang-orang di sini sangat kaku: di sini kita tidak bisa berkunjung dengan mengenakan kemeja putih, dan paling tidak harus mengenakan jas hitam!

BACA JUGA: Surat-Surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Ketiga)

Saya menginginkan hidup di antara penduduk pribumi untuk bisa terbebaskan dari apa yang disebut dengan peradaban ini.

Di antara penduduk Lampung, saya akan mengabdi pada manusia dan saya akan melupakan rok hitam untuk sementara.

Di Bataviaasch Genootschap (Perkumpulan Batavia) banyak terdapat kropak (buku-buku dalam bahasa daerah Bali yang ditulis di atas lembaran daun lontar), tetapi hingga saat ini saya belum bisa membacanya, karena saya belum menguasai bahasa itu.

Lambat laun saya akan mengerti apa isi kropak itu.

BACA JUGA: Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Kedua)

Untuk Kretabhasa (memburu bahasa), saya akan memerlukan kamus Kawi-Bali, yang dapat menghemat waktu dan tenaga saya.

Kamus ini sebenarnya adalah sebuah daftar kata dalam bahasa Kawi, yang sering muncul dalam sajak.

Setiap kata diberikan keterangan dalam bahasa Bali, sehingga tidak menimbulkan kerancuan agar orang Bali bisa mengetahui lebih baik ketimbang orang Jawa yang tertekan oleh Islam dan despotisme.

Tugas di Bali jelas merupakan tugas paling menyenangkan yang bisa diberikan.

BACA JUGA:Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Pertama)

Oleh karena itu, saya menyampaikan kepada pemerintah bahwa saya tidak mau meninggalkan bahasa Bali.

Jika pemerintah ingin menggunakan saya untuk bahasa Bali, maka saya akan melakukan itu, dengan seizin Lembaga Alkitab, tetapi itu posterioris curae.

Besar harapan saya untuk menerima surat dari Anda; mohon alamatkan surat Anda ke Residen Daerah Lampung.

Salam hangat buat keluarga Anda, para pengurus Lembaga Alkitab dan teman serta kenalan lainnya.

Hormat saya,

H.N. van der Tuuk

BACA JUGA:Surat-surat Herman Neubronner van der Tuuk di Lampung, 1868-1869 (Bagian Pertama)

N.B.

Kesehatan saya saat ini kurang baik.

Di Laut Merah, saya merasa lumayan baik, walaupun suhu di bawah bayangan mencapai 34 derajat Celsius, dan angin tidak bertiup sedikitpun.

Udara panas itu hanya berdampak pada perut saya, dan itu tidak mengherankan, karena dulu saya pernah terserang disentri.

Penyakit salah seorang rekan senegara saya, Tuan Jellinghaus,14 yang tiga tahun berada di Eropa agar bisa sembuh dari aliran darah yang berlebihan ke anus, muncul kembali ketika ia berada di Laut Merah, dan ia harus kembali ke Batavia untuk menjalani istirahat total selama seminggu.

BACA JUGA: Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Terakhir)

Seorang pria berkebangsaan Perancis, yang harus mengambil telur ulat sutra di Jepang, terserang disentri hebat, yang membuat hidupnya merana.

Saya meninggalkan pria itu di Singapura dalam keadaan yang menyedihkan, dan saya ragu apakah ia berhasil mencapai tujuannya dalam keadaan hidup.

Mereka yang harus tidur di dalam kabin kapal jatuh sakit semua.

Hanya mereka yang tidur pada malam hari di atas geladak tetap bertahan. Bahkan para wanita tidur di atas geladak tanpa mengenakan busana, karena suhu di dalam kabin luar biasa panas.

BACA JUGA: Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Ketujuh)

Enam hari di Laut Merah itu merupakan persiapan yang baik bagi seseorang yang akan berangkat ke Hindia Belanda: ia bahkan merasakan suhu panas di Batavia lebih nyaman apabila ia sudah merasakan Laut Merah.

Apabila terjemahan Mattheus oleh Klinkert sudah diterbitkan, apakah Anda bisa mengirimkan terjemahan itu kepada saya.

Tolong sampaikan kepada Tuan Niermann untuk mengirimkan buku bacaan dalam bahasa Melayu, apabila beliau sudah selesai membacanya.

BACA JUGA: Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Keenam)

Catatan

Tempat penyimpanan surat: Arsip NBG (Lembaga Alkitab Belanda), file 233. Sebuah salinan yang dibuat oleh Sekretaris NBG Van Leeuwen terdapat dalam koleksi KITLV, H722.

Setelah menyampaikan salam perpisahan secara resmi saat rapat pengurus NBG, 8 April 1868, di mana pada kesempatan ini, ketua J. Messchert van Vollenhoven menyampaikan pesan dan doa untuk kelancaran perjalanan Van der Tuuk ke Bali dan kesuksesannya dalam mengerjakan tugas yang telah menantinya, akhirnya Van der Tuuk berangkat dari Amsterdam. Setelah berkeliling di Roma dan Florence, pada Mei 1868 Van der Tuuk berangkat dengan kapal ke Hindia Belanda.

Pada 23 Juli, Van der Tuuk tiba di Batavia. Kedatangannya di Batavia dengan selamat diumumkan dalam rapat pengurus NBG tanggal 14 Oktober 1868.

1. Pada Juli 1868 terjadi pemberontakan oleh sebagian penduduk daerah Buleleng, yang sejak 1855 berada di bawah kekuasaan Belanda, dan Ibu Kota Singaraja pun terancam.

BACA JUGA:Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Kelima)

Penyulutnya adalah Ida Made Rai, mantan kepala daerah Banjar (20 km sebelah barat Singaraja), yang terletak di wilayah Buleleng.

Akibat tindakannya yang sewenang-wenang, pada tahun 50-an Ida Made Rai dibuang dalam pengasingan di Jawa.
Tetapi ketika penerusnya meninggal dunia pada 1864, ia kembali ke Banjar.

Ia memanfaatkan ketidakpuasan penduduk terhadap kepala daerah yang baru agar dirinya ditunjuk kembali.

Sebagai reaksi atas pemberontakan yang terjadi pada Juli 1868 akibat peristiwa tersebut, pada pertengahan September 1868 diadakan sebuah ekspedisi militer dan Kota Singaraja pun diduduki.

BACA JUGA:Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Keempat)

Setelah pertempuran hebat, perlawanan kampung-kampung musuh berhasil diatasi pada akhir September dan para penduduk pun menyerah (Van Vlijmen 1875:6-17).

2. Dalam Keputusan Pemerintah Hindia Belanda tanggal 11 Agustus 1868 disebutkan bahwa Van der Tuuk ditugaskan untuk mempelajari bahasa Lampung, dengan bayaran untuk a. biaya perjalanan, b. uang sebesar 500 gulden, c. uang sebesar 250 gulden per bulan untuk biaya perjalanan dan biaya hidup (ANRI, Sekretaris Umum B 11 Agustus 1868 no. 4).

3. Dalam rapat NBG tanggal 14 Oktober 1868, sikap Van der Tuuk bisa diterima.

4. Pada 23 Februari 1868, Engelmann menulis kepada NBG bahwa baru-baru ini ia terserang demam di pegunungan di Garut akibat udara dingin  dan lembab serta berkabut.

BACA JUGA:Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Ketiga)

Pada 14 Mei 1868, Engelmann menulis bahwa belakangan ini ia harus berjuang melawan penyakit (Notulen NBG, 8 Juli 1868).

5. Pada 1863-1886, Christian Albers bekerja sebagai misionaris di Cianjur untuk Lembaga Misionaris Belanda dan kemudian di Meester Cornelis hingga akhir hayatnya pada 1907.

6. Pada 1865-1869, Sierk Coolsma (1840-1926) bekerja sebagai misionaris di Cianjur untuk Lembaga Misionaris Belanda.

Pada 1869, ia dipindahtugaskan ke Buitenzorg, di mana ia tinggal hingga 1873. Pada 1873-1876, ia ditugaskan oleh NBG untuk membuat terjemahan alkitab dalam bahasa Sunda dan tinggal di Sumedang (Swellengrebel 1974: 207- 15).

BACA JUGA: Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Kedua)

7. Pada 27 Desember 1866, Coolsma menulis surat kepada pengurus Lembaga Misionaris Belanda, bahwa terjemahan Grashuis yang berjudul Lukas berisi tulisan yang lebih banyak menimbulkan protes ketimbang pujian dan bahwa Grashuis seharusnya memperlihatkan terjemahan itu kepada beberapa orang Sunda terlebih dahulu.
Coolsma menyarankan kepada pengurus untuk tidak menerbitkan terjemahan tersebut (Grashuis 1866b).
Namun terjemahan ini telah diterbitkan (Van den Berge 1993:47-8).

8. P. Mijer.

9. Alexander Loudon (1822-1868), adalah Wakil Presiden Dewan Hindia Belanda dari April 1867 hingga meninggal dunia pada bulan Oktober 1868.

10. Ini adalah daftar kata dalam bahasa Kawi yang ditulis di atas daun lontar dengan keterangan dalam bahasa Bali (Arps 1999a, 199b:416-7). Van der Tuuk mempunyai banyak eksemplar dari kamus ini (Brandes 1901-26, bagian 2:80-88).

11. (Bahasa Latin): urusan nanti

BACA JUGA:Memindahkan Ibu Kota Sumatera Selatan (Bagian Pertama)

12. Daniel Willem Schiff (1821-1880) menjabat sebagai residen untuk daerah Lampung hingga Maret 1870.

13. Musim gugur tahun 1854.

14. Willem August Jellinghaus (lahir 1823), sejak Mei 1864 menjadi residen di Tegal, kembali ke Eropa dalam rangka cuti selama dua tahun akibat penyakitnya.

Pada periode 1870-1873, ia diangkat menjadi Residen Batavia.

15. Klinkert (1868).

16. Niermann (1870-1871). ***

Sumber :
1. Surat-Surat Dari Lampung  Korespondensi Herman Neubronner van der Tuuk  di Lampung, 1868-1869 ,  Saduran dari Naskah Surat-Surat Van Der Tuuk , Arman AZ , Perpusnas Press 2020
2. https://id.wikipedia.org/wiki/Herman_Neubronner_van_der_Tuuk
3. https://id.wikipedia.org/wiki/Lampung

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: palpres.com