Honda

Ini Nilai Sejarah Masjid Al Abror Desa Kerinjing Kabupaten Ogan Ilir, Wajib Diketahui

Ini Nilai Sejarah Masjid Al Abror Desa Kerinjing Kabupaten Ogan Ilir, Wajib Diketahui

Masjid Al Albror Desa Kerinjing Kabupaten Ogan Ilir-Istimewa-Dispora Pemkab Ogan Ilir

Memang ada Inkonsistensi pada sumber lisan dan sumber tertulis. Apalagi, ada sumber yang menyatakan bahwa masjid ini dibanqun tahun 1826 dan dipindahkan tahun 1857.

Sekalipun sedemikian, fakta yang paling mungkin adalah, pemindahan dan pembangunannya di lokasi saat ini berlangsung setelah tahun 1900. Catatan yang dituliskan di dinding setidaknya menjadi penguat pendapat ini.

Seperti halnya Masjid-Masjid kuno di Palembang, konstruksi atap Masjid ini juga bertumpang dua terdapat semacam hiasan berbentuk beberapa tangkai bunga cempaka, dengan rangkai hias ikan di puncaknya serupa dengan hiasan yang terdapat di Masjid sungai lumpur Palembang. Hiasan berbentuk ikan juga berfungsi sebagai penunjuk arah angin.

Hiasan berupa penunjuk arah angin ini merupakan mode pao otinr abad ke-19 hingga paruh awal abad ke-20. 

BACA JUGA:3 Masjid Peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam, Begini Sejarahnya

Penempatannya sangat mungkin sebagai pengaruh arkitektur Eropa, seperti terlihat pada bangunan-bangunan belanda yang ada di Indonesia.

Terkait hiasan ini, secara tersirat tampak pula pengaruh Kiai Muara Ogan. Menurut sumber lisan yang menyatakan pemindahan dan pembangunan ulang masjid itu terjadi pada tahun 1918, hiasan ini merupakan hadiah dari Muara Ogan. 

Saat pemindahan dan pembangunan berlangsung, menurut sumber ini, Kiai Muara Ogan bersama murid-muridnya sedang melintas. Ulama itu kemudian mampir dan menghadiahkan hiasan itu.

Tentu saja terdapat anakronis dalam tuturan ini. Sebab, apabila peristiwa itu terjadi tahun 1918, berarti sesudah tujuh belas tahun Kiai Muara Ogan Wafat.

Masjid ini sudah beberapa kali direnovasi. Sekalipun demikian, beberapa unsur bangunannya masih asli, antara lain, saka guru berbentuk kayu bulat setinggi 6 meter. Sementara dua belas tiang penopang setinggi 4 meter, ukurannya lebih kecil dan berbentuk segi empat.

BACA JUGA: Menelusuri Peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam di Masjid Agung SMB I Jayo Wikramo

Hal ini pun patut menjadi perhatian, apakah tiang penopang itu sesuai dengan saka guru ataukah lebih muda. 

Sebab, bentuk segi empat sebagai pendamping tiang berbentuk bulat agak janggal tampaknya untuk bangunan bertipe ini.

Bagian-bagian lain yang masih menampakkan keaslian adalah langit-langit Masjid. Demikian dengan konstruksi kerangka atap, kuda-kuda, dan tiang sunan yang menyanggah tiang masjid.

Pengelolaan yang lebih serius terhadap masjid ini berlangsung sejak tahun 1969. kala itu, atas prakarsa K.H Mayuni bin K.H Makri, masjid mulai di benahi. Mayuni adalah pensiunan polisi dan santri dari pondok pesantren Tanjung Atap.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: dispora pemkab ogan ilir